SuaraRiau.id - Kebijakan penghapusan jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa di Sekolah Menengah Atas (SMA) oleh Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendapat tanggapan dari para pengamat pendidikan di Riau.
Salah satunya datang dari Prof Junaidi yang merupakan Ketua Dewan Pendidikan Riau yang juga Rektor Universitas Lancang Kuning (Unilak).
Kepada Suara.com, ia mengatakan bahwa program Merdeka Belajar sudah sejalan dengan sistem seleksi masuk perguruan tinggi yang saat ini tidak lagi bergantung pada jurusan.
"Penghapusan jurusan akan memberikan keleluasaan bagi siswa untuk memilih mata pelajaran sesuai minat dan bakat mereka, tanpa terpaku pada label jurusan," kata Junaidi, Rabu (24/7/2024).
Baca Juga:UKT Mahal, Kemendikbudristek Sebut Kabulkan Permintaan 38 Mahasiswa Unri
Dia juga menjelaskan dengan program Merdeka Belajar, siswa dapat memilih mata pelajaran yang mereka minati dan sukai.
Dengan begitu, siswa diharapkan dapat memaksimalkan potensinya dan mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk masa depan.
"Program ini juga akan memberikan kebebasan bagi lulusan SMA untuk memilih program studi yang sesuai dengan minat mereka tanpa harus terbebani IPA, IPS dan Bahasa," ungkap Junaidi.
Lebih lanjut, Rektor Unilak itu mengingatkan bahwa yang perlu diperhatikan adalah pihak sekolah harus bisa memenuhi minat siswa di sekolah.
"Dengan prinsip Merdeka Belajar, siswa dengan minat tertentu harus menjadi perhatian di sekolah," tuturnya.
Baca Juga:Datangi Kemendikbud, Ketua DPRD Siak Adukan soal Penempatan Guru PPPK
"Kemudian ketersedian jam mengajar guru juga harus dipastikan untuk memenuhi kewajiban jam mengajar guru sebanyak 24 jam seminggu," sambung Junaidi.
Sebelumnya, pandangan berbeda diungkap Pengamat Pendidikan Riau, Afrianto Daud kepada Suara.com, Selasa (23/7/2024).
"Pada akhirnya, saat seleksi masuk perguruan tinggi siswa juga akan memilih jurusan. Dengan dihilangkannya penjurusan tentu akan terjadi tarung bebas saat masuk perguruan tinggi," katanya.
Afrianto menjelaskan, tarung bebas yang dimaksud adalah karena semua orang bebas memilih jurusan yang diinginkan meski ia tidak memiliki dasar yang kuat terkait pilihannya.
"Pemerintah ini terlalu sering melakukan try and error dan menjadikan pendidikan sebagai objek uji coba. Seharusnya, ada kajian secara menyeluruh (komprehensif)," jelasnya.
Sebagai Dosen, Afrianto mengaku sangat khawatir dengan mahasiswa yang salah pilih jurusan terlebih tidak memiliki dasar yang kuat dengan jurusan yang dipilih.
"Jika penjurusan dihapuskan, besar kemungkinan saat diperguruan tinggi anak-anak akan terlambat memetakan kariernya terlebih kemungkinan salah milih jurusan akan semakin besar karena sistem tarung bebas saat masuk perguruan tinggi," sebut dia.
Kontributor: Rahmat Zikri