SuaraRiau.id - Bulan Ramadhan tak terlepas dengan hadirnya beragam hidangan khas yang disajikan untuk berbuka puasa ataupun sahur.
Banyak kuliner tradisional yang biasanya tidak tersaji dalam keseharian, melengkapi sebagai menu utama. Menu tersebut di antaranya adalah Nasi Sultan.
Nasi Sultan ini terinspirasi dari keseharian Sri Sultan Hamengkubuwono X yang gemar memasak dan mencicipi kuliner dari berbagai daerah. Menu ini dikreasikan oleh Executive Sous Chef Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Heri Purnama.
“ Menu Nasi Sultan ini kemungkinan hanya ada satu-satunya. Oleh sebab itu, menu ini sengaja saya ciptakan sebagai wujud kekaguman saya pada Sri Sultan Hamengkubuwono X. Menu ini pun tidak saya sajikan pada setiap momen, saya hanya menawarkannya pada acara-acara besar saja, seperti pernikahan dan kepada tamu kehormatan yang berkunjung ke hotel ini,” kata Executive Sous Chef, Heri Purnama kepada Antara, Selasa (28/3/2023).
Nasi Sultan dengan rasa gurih lengkap dengan beberapa toping menu lauk ini pun siap memanjakan lidah para penikmatnya.
Nasi pandan wangi
Nasi berwarna hijau dengan bentuk limas layaknya nasi tumpeng tersebut secara filosofi melambangkan keagungan Kraton Yogyakarta yang kini berada di bawah kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Nasi dengan rasa gurih itu pun sengaja diolah dengan perasan daun pandan agar warnanya menarik dan bercita rasa lezat. Menurut Chef Heri agar rasa nasi semakin gurih dan aroma pandan dapat melekat ke seluruh lapisan permukaan nasi, maka beras yang telah dicuci perlu didiamkan selama 15 menit sehingga pori pori beras dapat terbuka sempurna, barulah diberi air sari pandan lalu dikukus selama 15 menit.
Agar wanginya terus melekat, maka setelah nasi dikukus dicampur dengan beberapa batang serai, beberapa lembar daun salam, dan potongan jahe lalu dimasak bersama santan dengan perbandingan 1:1 hingga matang.
Urip-urip ikan
Urip-urip ikan merupakan menu pelengkap yang padu untuk dikombinasikan dengan nasi pandan. Bila mengacu pada menu asli dari apa yang telah dibuat Sri Sultan Hamengkubuwono X, Urip -urip ikan tersebut menggunakan lele.
Lantaran, tidak semua orang suka dengan lele, maka Chef Heri menggantinya dengan ikan tawar. Untuk menu kali ini, Chef Heri menggunakan ikan gurami yang telah dimarinasi dengan bumbu rempah seperti kunyit, lengkuas, dan jahe untuk menghilangkan bau serta menambah cita rasa gurih pada ikan air tawar.
Setelah memarinasi ikan, Chef Heri memasak ikan tersebut dengan proses pengasapan hingga matang. Usai ikan yang diasap matang sempurna, maka ikan dapat disiram dengan Saus Mangut.
Saus Mangut kreasi Chef Heri ini pun merupakan bumbu rempah kunyit yang kemudian dimasak dengan saus bumbu berwarna merah dengan rempah dan cabai di dalamnya, lalu dimasak bersamaan dengan santan dan kencur. Tak lupa, menambahkan kemangi dan irisan cabai agar rasa kuahnya lebih nikmat.
Krecek kacang tolo
Menu pelengkap selanjutnya adalah Krecek kacang tolo. Ya, hidangan ini serupa dengan toping yang terdapat pada Gudeg, masakan khas Yogyakarta.
Namun, berbeda dengan Krecek pada Gudeg yang memberikan kesan rasa yang manis. Krecek pada Nasi Sultan ini kaya akan kuah berbumbu rempah berwarna kuning.
Menurut chef yang mengawali karirnya sejak tahun 1995 itu, saat kerupuk kulit dicampur dengan bumbu maka jangan mengaduknya dengan berlebihan agar hidangan tidak cepat asam. Karenanya, setelah krecek dimasak dengan bumbu dapat ditaburi kacang tolo yang telah direbus, berikut cabe rawit merah utuh yang dimasak dengan api kecil. Setelah matang barulah disiram dengan santan encer dan bumbu- bumbu penyedap, serta ditambahkan sedikit terasi dan gula merah yang dimasak hingga matang.
Bobor pucuk labu
Menu hidangan Nasi Sultan akan kurang lengkap rasanya bila tidak dibasahi dengan sesuatu yang berkuah. Bobor pucuk labu kiranya dapat menjadi penyempurna hidangan.
Proses memasaknya pun cukup mudah. Pertama, labu kuning dan labu siam dipotong berbentuk segi empat dengan ukuran masing-masing 2 cm, lalu dipadukan juga dengan daun pucuk labunya. Serupa seperti sayur lodeh, bobor pucuk labu ini menggunakan bumbu dasar putih seperti kemiri dan bawang putih, lalu diberi kencur dan gula merah, serta beberapa batang serai dimasak hingga matang sempurna.
Chef Heri mengungkapkan, seluruh bahan makanan hingga rempah-rempah yang digunakan didapatkan dari pasar-pasar tradisional dengan kualitas yang baik dan tingkat kesegaran yang baik.
“ Belajar dari kisah sultan, beliau selalu menggunakan bahan -bahan lokal yang mudah ditemui di pasaran. Meski memang kluwih atau buah serupa nangka itu belakangan menjadi jarang, namun kita bisa menggantinya dengan buah sukun,” kata chef kelahiran Nusa Tenggara Barat itu.
Dendeng Age
Berbeda dengan kebanyakan dendeng pada umumnya, hidangan yang diolah dari daging sapi ini dimasak selama 45 menit dengan menggunakan buah sukun agar rasa dendeng lebih gurih.
Setelah diberi bumbu rempah, dendeng yang biasanya disajikan dengan rasa manis, untuk menu makanan yang satu ini, dendeng tercipta rasa yang lebih pedas dan gurih. Saat disajikan ke dalam mangkuk, dendeng pun diberi taburan abon sapi, bawang merah dan bawang putih goreng, serta koya sehingga semakin kaya rasa.
“ Kalau Sultan saat membuat dendeng age itu dibakar, kalau dendeng yang saya buat disuwir. Meski ini masakan Jawa tapi saya sengaja membuatnya agar tidak terlalu manis, sehingga saya menambahkan sukun atau kluwih agar ada unsur gurihnya.” kata chef yang pernah memasak di berbagai negara itu. (Antara)