SuaraRiau.id - Perkara nasi Padang babi 'Babiambo' belakangan menjadi perhatian sejumlah kalangan, baik pejabat ataupun tokoh agama.
Meskipun pemilik usaha menyatakan warungnya itu sudah tutup dan meminta maaf, tentu saja masih menuai polemik.
Baru-baru ini, Pendeta Gilbert Lumoindong ikut menanggapi polemik nasi Padang yang menjual masakan berbahan daging babi.
Pendeta Gilbert pun mengajak masyarakat Indonesia untuk maju dikit berpikirnya, kenapa kok rendang babi diributkan.
Menurut Gilbert, makanan tak ada agamanya dan ia merasa heran kenapa soal rendang babi, anak bangsa ribut sana ribut sini.
Pendeta Gilbert berpandangan, tak ada masalah dengan rendang babi. Menjadi masalah kalau ada penipuan di dalamnya.
Pendeta Gilbert mengatakan rendang babi menjadi masalah kalau kuliner itu dipasarkan dengan bahasa makanan padang halal karena babi itu haram atau non halal bagi muslim.
Maka kalau dipasarkan rendang babi makanan halal, di situ jelas dia tak setuju dong.
Dalam kanal Youtubenya, pemuka Kristen ini menghormati orang Sumatera Barat (Sumbar)dengan kearifan lokalnya, namun tak lantas rendang tak boleh dimodifikasi dengan cara yang lain.
"Orang Sumbar yang terhormat, jadi kita nggak bisa bilang rendang ini harus dimasaknya begini. Orang mau bikin rendang tempe, orang yang punya rendang siapa, jangan diklaim satu provinsi, satu kelompok agama saja. Bumbu masak nggak ada agamanya, jadi lucu bener rasanya bangsa ini," kata Pendeta Gilbert dalam videonya dikutip Hops.id--jaringan Suara.com, Sabtu (11/6/2022).
Ia pun kemudian menyinggung soal kuliner yang familiar di Indonesia yang aslinya berbahan dasar dari babi namun dimodifikasi dari bahan lain.
"Tahu nggak saudara, yang namanya bakcang, bakmi, jadi segala sesuatu yang pakai 'bak' itu singkatan dari babi. Makanya di Manado ada mie bak itu artinya mie babi. Bakmi ayam padahal itu bak itu babi awalnya, kemudian dimodifikasi jadi misalnya ada bakmi ayam," ujar Gilbert Lumoindong.
Belum lagi nih, orang Sunda kan familiar dengan ayam geprek, terus kalau ada babi geprek dan babi penyet, gimana.
Belum lagi di Bali sudah ada makanan babi guling. Tak masalah bagi Pendeta Gilbert, justru mestinya bangga khazanah kuliner nusantara bisa seperti itu.
Menurutnya, modifikasi atau inovasi dalam perpaduan makanan itu hal wajar alias normal saja. Malah itu menunjukkan ada kemajuan budaya. Lagian masakan atau bumbu masak kan tak beragama.
Untuk itu Pendeta Gilbert mengajak masyarakat untuk tak berpikir sempit, apalagi meributkan soal makanan
"Saya mau ingatkan, marilah bangsa Indonesia lebih dewasa jangan persoalkan hal sepele, bumbu masak, kan nggak ada agamanya. Boleh nggak sih, bangsa ini maju sedikit, yang penting nggak ada penipuan dari rendang babi misalnya dikatakan ini halal, karena ini kan jelas nggak halal," jelas Pendeta Gilbert.
Merespons isu rendang babi ini, Pendeta Gilbert mengingatkan pula kepada aktor-aktor politik untuk jangan ikut bikin gaduh masalah. Mari hargai kearifan lokal budaya lokal dengan kesakralannya tapi juga jangan ributkan hal sepele seperti cara masak dan bumbu masak.
"Ada bakmi sapi, bakmi ayam, bakmi kambing itu sudah jadi biasa. Mari kita hindari keributan di bangsa ini kegaduhan atas nama agama, khususnya orang-orang politik dan pemimpin di bangsa ini. Boleh nggak jangan ciptakan kegaduhan, damai kan sangat baik, kita sangat hargai budaya lokal, kearifan lokal bisa dimodifikasi untuk dinikmati oleh banyak orang," katanya.
Secara lebih luas, Pendeta Gilbert berharap kegaduhan ini dihentikan saja. Jangan ributin terus. Jangan pula kegaduhan ini melebar sampai persoalan yang serius.
"Mari berpikir maju, lebih luas, jangan berpikir sempit, jangan sektarian yang hanya ciptakan kegaduhan. Jangan sampai persoalan rendang babi ini, akhirnya Kristen Islam jadi persoalan. Biarlah saling hargai, sejauh tidak ada dusta di antara kita, jangan sampai ada istilah makanan Padang tidak ditulis halal. Karena itulah mari kita berpikir luas demi Indonesia minimalkan keributan," katanya.