Hasrat Penuhi Kebutuhan Pribadi, Teller Bank Nekat Bobol Uang Miliaran

Hingga saat ini, penyidik dari Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau masih terus mendalami kasus ini.

Eko Faizin
Rabu, 31 Maret 2021 | 12:49 WIB
Hasrat Penuhi Kebutuhan Pribadi, Teller Bank Nekat Bobol Uang Miliaran
Ilustrasi uang rupiah (pixabay/Mohamad Trilaksono)

SuaraRiau.id - Polda Riau terus mendalami aliran uang 3 orang nasabah yang digasak oleh dua orang mantan pegawai bank plat merah di Riau.

Namun hasil pemeriksaan polisi, uang hasil tindak pidana perbankan tersebut digunakan untuk keperluan pribadi.

"Menurut hasil pemeriksaan polisi sementara, uang hasil pencurian dana nasabah dipakai untuk keperluan pribadi pelaku yang merupakan NH (teller) tersebut," kata Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto, Selasa (30/3/2021) malam.

Hingga saat ini, penyidik dari Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau masih terus mendalami kasus ini.

"Untuk aliran dananya masih didalami penyidik, tak menutup kemungkinan jika ada aliran dana ke aset-aset, kita akan terapkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," tegasnya.

Penyidik juga masih melakukan pemeriksaan intensif terkait apakah kedua pelaku bekerjasama atau bersekongkol dalam menggelapkan uang sekitar Rp 1,39 miliar dari 3 orang nasabah korbannya tersebut.

"Namun penyidik memastikan bahwa apa yang dilakukan oleh tersangka AS (head teller) dengan memberikan user name dan password kepada tersangka NH (teller) adalah perbuatan pidana," ungkap Sunarto.

Sebelumnya, dua orang mantan pegawai bank milik pemerintah tersebut telah ditangkap oleh Ditreskrimsus Polda Riau, dan mendekam di balik jeruji besi.

Dalam melancarkan aksi kejahatan tersebut, teller bank berinisial NH menuliskan dan menirukan tanda tangan nasabah dalam form slip penarikan sehingga dapat melakukan penarikan uang tunai dari rekening nasabah.

Sedangkan tersangka AS yang merupakan head teller tadi, memberikan user ID berikut password sehingga tersangka NH dapat melakukan 8 transaksi penarikan dari rekening nasabah korban pertama dan 1 transaksi dari rekening nasabah korban kedua. Keduanya diduga bersekongkol melakukan aksi penggelapan tersebut.

"Ada tiga nasabah yang mengalami hal serupa, para nasabah ini mengalami kerugian sejumlah Rp 1.390.348.076 dengan rincian, korban Rosmaniar dirugikan Rp 1.215.303.076, korban Hothasari Nasution sebesar Rp 133.050.000, dan korban Hasimah Rp 41.995.000," jelas Sunarto.

Kasus ini terungkap saat korban membuat laporan kepada polisi pada 16 Maret 2021. Laporan itu tertuang dalam Laporan Polisi Nomor LP/102/III/2021/SPKT/RIAU.

Sunarto menjelaskan, berawal pada tanggal 31 Desember 2015, nasabah yang bernama Hothasari Nasution mendatangi salah satu bank milik pemerintah untuk melakukan cetak buku tabungan milik ibunya Hj Rosmaniar yang menjadi nasabah bank tersebut.

Saat itu korban terkejut dengan adanya transaksi penarikan dari rekening, dan tersisa hanya Rp 9.792.044.

Saldo awal rekening Hj Rosmaniar ini pada 13 Januari 2015 adalah sebesar Rp 1.230.900.966. Nasabah itu lalu terkejut mengetahui berkurangnya jumlah saldo tabungan, sedangkan nasabah tidak pernah melakukan transaksi apapun dari rekening tersebut.

Setelah melalui pemeriksaan dan pengecekan, ternyata hal tersebut juga dialami oleh 2 nasabah lainnya, yaitu Hothasari Nasution (anak Hj Rosmaniar) dan Hasimah yang juga dilakukan penarikan/pendebetan oleh pelaku tanpa ijin/sepengetahuan nasabah.

Dalam perkara ini, polisi mengamankan sejumlah barang bukti yang terdiri dari 135 lembar slip transaksi asli nasabah Hj Rosmaniar periode tanggal 19 Januari 2012 sampai 18 Februari 2015.

Kemudian 84 lembar slip transaksi asli nasabah Hothasari Nasution periode tanggal 23 Desember 2010 sampai 02 September 2013. 9 lembar slip transaksi asli nasabah Hasimah periode tanggal 14 Agustus 2014 sampai 23 Januari 2015.

Lalu polisi juga menyita jurnal aktivitas harian teller NH dengan kode user PPN 160041 periode Tahun 2010 sampai tahun 2015.

"Pelaku dijerat pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1998 tentang Perbankan dengan ancaman pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda Rp 10 miliar dan paling banyak Rp 200 miliar. Kemudian asal 49 ayat (2) hurub b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1998 tentang Perbankan diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tahun dan paling lama 8 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 5 miliar dan paling banyak Rp 100 miliar," tegasnya.

Kontributor : Panji Ahmad Syuhada

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini