SuaraRiau.id - Kasus dugaan pelecehan seksual oknum dosen terhadap mahasiswi bimbingan skripsi di kampus Unri terus menjadi perhatian nasional.
Terbaru, Irjen Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang mengunjungi Unri untuk memastikan langkah pihak kampus terhadap kasus tersebut.
Chatarina pun berdiskusi dengan Rektor Unri, Aras Mulyadi dan mempertanyakan langkah apa saja yang telah dilakukan Unri sejauh ini.
“Saya pastikan dan tanya dulu Rektor Aras sudah melakukan apa saja untuk menciptakan kondusifitas di kampus, agar langkah-langkahnya tak menimbulkan keributan,” katanya di Rektorat Unri seperi dikutip dari Riauonline.co.id--jaringan Suara.com, Selasa (14/12/2021) malam.
Chatarina pun mengingatkan kasus tersebut mencuat bertepatan dengan lahirnya Permendikbud No 30 Tahun 2021. Namun, penanganan sesuai aturan Permendikbud memerlukan waktu yang lama dan meminta masyarakat bersabar.
Ia mengaku pihaknya dan Unri berdiskusi mengenai langkah-langkah penanganannya dan saya juga menyuruh Rektor Aras untuk membuat aturan sendiri guna mempercepat penanganan kasus. Kasus ini, menurut publik kan sudah berlarut-larut, dan sudah ada desakan di mana-mana.
“Outputnya, Unri akan membentuk tim Satgas Adhoc per kasus sembari menunggu pembentukan satgas sesuai Permendikbutristek No 30 Tahun 2021,” ulas Chatarina.
Saat ditanyakan perihal desakan mahasiswa dan publik untuk menonaktifkan tersangka, Syafri Harto dari jabatannya sebagai Dekan FISIP Unri, Chatarina pun menegaskan hal itu ada di bagian mekanisme pembentukan satgas adhoc yang akan dibentuk nantinya.
“Mudah-mudahan bisa dinonaktifkan karena ini berkaitan dengan pemeriksaan. Intinya jangan sampai tersangka mengulangi perbuatannya, mempengaruhi psikis korban, mempengaruhi saksi-saksi dengan menyalahgunakan jabatannya,” tuturnya.
Chatarina menyebut pembentukan Satgas Adhoc jadi gerbang untuk menonaktifkan Syafri Harto. Ia juga memberi waktu Unri untuk membentuk tim Satgas Adhoc selama satu pekan.
"Besok ditandatangani, dan lusa satgasnya sudah bisa dibentuk," tegasnya.
Ia mengaku diarahkan oleh Mendikbudristek, Nadiem Makarim untuk memantau proses penanganan kasus dengan tidak berpihak, baik kepada korban maupun tersangka pelaku. Satu-satunya keberpihakannya dalam kasus penanganan kekerasan seksual yakni kebenaran.
“Kami hanya berpihak pada kebenaran. Saya tegaskan juga kepada civitas akademika di Unri untuk memperhatikan korban dan tidak hanya berpihak pada pelaku,” akunya.
Di saat yang bersamaan, Aras Mulyadi yang tepat berdiri di sisi kiri Chatarina mengaminkan perkataan Itjen Kemendikbud itu. Aras mengaminkan akan membentuk tim satgas adhoc dalam waktu satu minggu.
“Iya pasti, semua ada prosesnya,” timpal Aras.
Sayangnya, meski berada di situ bersama rombongan Itjen Kemendikbud dan mahasiswa, Aras menolak untuk dimintai keterangan lebih lanjut upaya apa yang hendak dilakukannya.
“Ini ada juru bicara saya,” katanya menunjuk seorang pria di sampingnya dan langsung berjalan memasuki Gedung Rektorat Unri.
Sementara pria yang ditunjuknya pun enggan memberikan tanggapan.
“Tadi kan sudah ya sama Ibu Itjen. Sudah lengkap itu,” katanya mengelak sembari mengikuti Aras masuk ke Rektorat.
Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Komahi Unri, Agil Fadlan yang turut mendampingi rombongan Kemendikbud, menceritakan situasi yang dirasakannya di Kampus Unri setelah kasus ini mencuat.
“Korban menjabarkan intimidasi yang diterimanya di kampus, seperti doxing oleh oknum yang tak bertanggung jawab yang menyebarkan fotonya. Karena tak sedikit yang penasaran dengan wajah korban,” terang Agil.
Tak hanya itu, menurut penuturan Agil, korban juga menyampaikan bahwa dirinya mendengar kemarahan para dosen terhadap dirinya lantaran menyurati Nadiem Makarim untuk serius menangani kasusnya.
“Padahal itu kan bentuk aspirasinya sebagai korban yang ingin disampaikannya kepada Nadiem makarim,” ujar Agil.
“Korban juga menceritakan teman-teman mahasiswanya diintervensi di kampus. Mahasiswa yang memperjuangkan penuntasan kasus kekerasan seksual ini. Terakhir, korban meminta Itjen Kemendikbud untuk memberhentikan pelaku dari jabatannya karena itu memungkinkan pelaku mengulangi perbuatannya,” tutup Agil.