Berjualan dengan berjalan kaki di tengah kemajuan teknologi dan informasi adalah sesuatu yang langka.
Tapi bagi Zainal, dengan jalan kaki ia merasa lebih bebas berjualan, meskipun melelahkan. Ia juga harus semangat bertarung di tengah pandemi, agar usahanya tidak terhenti dan cukup untuk menafkahi anak dan istri.
Berjualan kue keliling ini, rute perjalanan Zainal tidak dekat, pagi ia mulai keliling hingga siang.
Tengah hari disempatkan pulang untuk sejenak istirahat, makan dan salat. Lalu pukul 13.00 WIB siang, Zainal kembali berjalan kaki menjajakan kue dagangannya hingga pukul 18.00 WIB, atau menjelang magrib.
Pekerjaannya yang menuntut kekuatan kaki ini ditekuni sejak ia menjadi korban PHK pada 2002. Pria keturunan Pariaman, lahir di Tanjung Batu, Kundur, Provinsi Kepulauan Riau ini menghabiskan masa kecilnya di Bengkalis, Pekanbaru dan Dumai. Lalu menyelesaikan pendidikan menengahnya di Kampar.
Ia mengaku, dulu pernah kerja di PT Supraco, sebuah perusahaan service di bidang Migas dan berhenti tahun 2002 karena ada pengurangan tenaga kerja
Itulah awal mulanya ia memutuskan untuk berjualan keliling, meski ketika masih bekerja, setiap pulang kerja atau hari libur dia sudah terbiasa jualan di pasar.
"Pernah disuruh ganti usaha sama orang, tapi seperti terus terhalang, karena Ipar saya usaha ganti ini, ganti itu, akhirnya macet juga," akunya.
Sempat ditawari motor tapi takut
Ia bercerita, suatu hari ada orang yang menyuruh datang ke rumahnya dan menawarinya sepeda motor untuk berjualan, tapi ia tolak. Hal ini karena dilarang oleh istri. Orang tersebut merasa prihatin lantaran Zainal jualan kue dengan berjalan kaki.
Penolakan itu lantaran istri merasa khawatir kalau pakai motor nanti terjadi apa-apa. Orang itu bersedia memberinya uang muka motor, meski ia harus bayar angsurannya sendiri.