SuaraRiau.id - Tangsi Belanda terletak di Kampung Benteng Hulu, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak, Riau.
Bangunan peninggalan kolonial Belanda itu berdiri pada abad ke-18, atau pada masa Sultan Siak ke-9, Sultan Asy-Syaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin yang memerintah tahun 1827-1864.
Saat ini, bangunan tersebut terlihat dengan tampilan baru dan megah sebagai situs cagar budaya.
Sejarahnya, Kompleks Tangsi Belanda berfungsi sebagai zona perlindungan dan pertahanan bagi tentara Belanda di masa lalu.
Dalam kompleks terdapat berbagai enam unit bangunan yang membentuk formasi melingkar sehingga terdapat halaman didalam dengan beragam fungsi seperti sebagai penjara, asrama, kantor, gudang senjata, dan logistik.
Pembangunannya diperkirakan pada abad ke-18 dan sezaman dengan masa berlangsungnya Kesultanan Siak, terutama setelah ditandatanginya Traktat Siak pada masa Sultan Siak ke-9. Sultan Asy-Syaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin yang memerintah tahun 1827-1864.
Bangunan I yang berada di sebelah timur merupakan bangunan 2 lantai, berukuran panjang 18 meter dan lebar 9,6 meter.
Lantai bawah terdiri dari bangunan sayap utara yang berfungsi sebagai ruang jaga, kantor dan ruang tahanan.
Pada bangunan sayap selatan terdapat empat ruangan yang dahulu pernah dipergunakan sebagai kamar mayat dan rumah sakit.
Sementara dua unit bangunan yang berada dibelakang (bangunan II dan III), merupakan bangunan dua lantai yang sama bentuknya dan berukuran 155 x 11 meter.
Dahulunya, lantai bawah bangunan tersebut pernah difungsikan sebagai kantor, dan lantai atas diperuntukkan sebagai asrama dan tempat tinggal tentara Belanda.
Di sebelah ujung selatan halaman dalam terdapat sisa-sisa bangunan (bangunan IV).
Kemudian di sebelah utara bangunan utama terdapat bangunan bekas gudang senjata (bangunan V) berukuran 6.7 x 6 meter.
Pada ujung barat halaman, juga terdapat sisa bangunan WC dan kamar mandi berukuran 6 meter persegi yang terdiri dari 3 ruangan.
Hal yang sangat unik dan khas dari Tangsi Belanda kata dia adalah ketika melihat struktur pondasi yang berbentuk setengah lingkaran dengan peletakan tiga sendi.
Teknologi arsitektural pada pondasi tangsi ternyata sangat mendekati bangunan kolonial di negara asalnya di Eropa.
Sementara itu, uniknya lagi pada tata letak bangunan menghadap sungai dan menerapkan konsep waterfront city, yang memungkinkan Belanda pada waktu itu mengintai kapal yang masuk dari muara Sungai Siak.
Tahun 2018 lalu, melalui Kementerian PUPR melaksanakan proyek revitalisasi pada Gedung A dan Gedung F, yang berada paling depan dan belakang kompleks tangsi.
Gedung F yang paling belakang dahulunya dijadikan tempat makan para tentara.
Kekinian, pada puncak Anugerah Pariwisata Riau Tahun 2021 sebanyak 11 kategori yang menerima penghargaan bergengsi dari Dinas Pariwisata Provinsi Riau tahun 2021 dan salah satunya adalah Tangsi Belanda dalam kategori situs sejarah terpopuler.
Tangsi Belanda mengalahkan situs sejarah populer lainnya se Riau seperti situs bersejarah, rumah dan makam Laksmana Raja di Laut, Makam Tuan Guru Hidayat Sapat Inhil, Masjid Jami’ Kampar, Rumah Singgah Tuan Kadi Pekanbaru, Istana Sayap Pelalawan, Benteng Tujuh Lapis Rokan Hulu, Masjid Raja Pauh Ranap Inhu, Rumah Dinas Kepala BRI Rokan Hilir.
Anugerah Pariwisata Provinsi Riau itu berlangsung di Gedung Anjung Seni Idrus Tintin, Komplek Bandar Seni Raja Ali Haji Purna MTQ, Pekanbaru, Minggu (11/04/2021).
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Roni Rakhmat mengatakan pariwisata di Bumi Lancang Kuning memiliki ciri dan khas yang unik, baik secara budaya, kuliner, dan permainan tradisionalnya.
"Hal ini merupakan upaya membangun dunia pariwisata di Bumi Lancang Kuning yang pada dasarnya memiliki pariwisata yang khas dan berkarakter," kata Roni Rakhmat.
Menurut Roni, sektor pariwisata harus memberikan dampak positif yang bisa memicu pertumbuhan perekonomian, mendorong pelestarian tradisi, menjaga alam sampai menstimulasi perubahan visi.
"Harus diakui, membangkitkan semua potensi merupakan sebuah tantangan tersendiri. Semakin bersemangat ketika kita saksikan besaran gairah warga dalam menjadikan daerah sebagai tujuan beragam destinasi," ungkap Roni.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata, Fauzi Asni mengaku bangga atas capaian yang diraih.
Kendati demikian, Ia tak ingin prestasi itu berhenti sampai hanya di Tangsi Belanda. Ia menginginkan semua situs sejarah di Kabupaten Siak mendapat hal serupa.
"Kami bangga dengan Tangsi Belanda ditetapkan sebagai situs sejarah terpopuler dan berharap tangsi belanda itu bisa dimantapkan lagi," kata Kadispar Kabupaten Siak, Fauzi Asni.
Geliat dalam memantapkan ikon wisata di Kabupaten Siak terus dilakukan guna mendorong pelancong untuk datang ke Siak.
"Tidak hanya sektor pengetahuan tentang masa lalu yang bisa diambil dari sektor wisata sejarah, namun bisa juga menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD)," jelas Fauzi.
Tangsi Belanda mendapat anugerah situs sejarah terpopuler menyusul dengan 11 kategori lainnya yang mendapat penghargaan. Berikut tempat-tempatnya.
- Kategori atraksi budaya terpopuler, yakni Zapin Api dari Kabupaten Bengkalis.
- Kategori cendera mata terpopuler, yaitu Batik Bono Kabupaten Pelalawan.
- Kategori destinasi terpopuler, Pulau Beting Aceh, Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis.
- Kategori event wisata terpopuler, yakni Festival Subayang, Kabupaten Kampar.
- Kategori kuliner khas terpopuler, yaitu Konji Berayak dari Kabupaten Kuantan Singingi.
- Kategori pegiat seni terbaik adalah Rino Dezapati, dari Kota Pekanbaru.
- Kategori pokdarwis terbaik, yaitu Komunitas Pecinta Alam Kota Ranah, Desa Koto Ranah, Kabupaten Rokan Hulu.
- Ketegori ekowisata terpopuler, yakni Ekowisata Solop, Kabupaten Indragiri Hilir.
- Kategori situs sejarah terpopuler, adalah Tangsi Belanda, Kabupaten Siak Sri Indrapura.
- Kategori surga tersembunyi terpopuler, yakni Pulau Jemur, Kabupaten Rokan Hilir.
- Kategori kabupaten kota tergiat dalam promosi pariwisata adalah Kabupaten Kampar.
Kontributor : Alfat Handri