Bawaslu Rohil dan Kuansing Disidang Kode Etik, Dugaan Tak Netral hingga Politik Uang

Agenda sidang ini adalah mendengarkan keterangan dari para pihak.

Eko Faizin
Rabu, 14 Mei 2025 | 07:05 WIB
Bawaslu Rohil dan Kuansing Disidang Kode Etik, Dugaan Tak Netral hingga Politik Uang
Bawaslu Rohil dan Kuansing Disidang Kode Etik, Dugaan Tak Netral hingga Politik Uang.

SuaraRiau.id - Kasus dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Rokan Hilir (Rohil) dan Kuantan Singingi (Kuansing) memasuki babak baru.  

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menggelar sidang pemeriksaan untuk dua perkara tersebut di Kantor KPU Riau, Pekanbaru pada 14-15 Mei 2025.

Dua perkara yang terjadi di Rohil dan Kuansing ini tertuang dalam surat Nomor 57-PKE-DKPP/I/2025 dan 286-PKE-DKPP/XI/2024.

Sekretaris DKPP David Yama mengatakan, agenda sidang ini adalah mendengarkan keterangan dari para pihak, baik pengadu, teradu, saksi, maupun pihak terkait.

Baca Juga:Memilukan, Balita Kakak Beradik Tewas Tenggelam di Kolam Bekas Pengeboran PHR

DKPP telah memanggil para pihak secara patut sesuai ketentuan Pasal 22 ayat (1) Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2022.

"Sekretariat DKPP telah memanggil semua pihak secara patut, yakni lima hari sebelum sidang pemeriksaan digelar," ujar David dalam keterangan resminya.

Menurutnya, sidang kode etik tersebut bersifat terbuka untuk umum, sehingga masyarakat serta awak media yang ingin mengikuti sidang, dapat melihat langsung jalannya persidangan.

"Bagi masyarakat yang ingin hadir atau wartawan yang ingin meliput, silahkan hadir sebelum sidang dimulai," tutur David.

Dia menyampaikan, DKPP akan menggelar sidang kasus pengaduan terhadap Ketua Bawaslu Rohil, Zubaidah, beserta empat anggotanya, yaitu Jaka Abdillah, Nasrudin, Nurmaidani dan Dedi Saptura Sibuea.

Baca Juga:Polisi Riau dan Rekannya Tewas Ditikam Sekuriti di Tempat Karaoke

Aduan dilayangkan oleh Suryadi yang diwakilkan kuasa hukumnya, Muhammad Salim dan Zulkifli.

Sidang pemeriksaan tersebut digelar di KPU Riau pada Rabu (14/5/2025) pukul 09.00 WIB.

Dalam aduannya, Suryadi menduga telah bersikap tidak adil dan tidak netral dalam penanganan pelaporan tentang dugaan fitnah atau black campaign (kampanye hitam) yang dilakukan oleh Calon Wakil Bupati Rokan Hilir nomor urut 2.

Salah satu tindakan para teradu adalah membatalkan proses pemeriksaan salah satu saksi ahli.

Besoknya, Kamis (15/5/2025) pukul 09.00 WIB, DKPP juga menggelar sidang pemeriksaan sebagai pengadu bernama Firdaus.

Pengadu Firdaus mengadukan 8 penyelenggara pemilu di Kuansing yaitu Ketua Bawaslu Kuansing, Mardius Adi Saputra, beserta dua anggotanya, Ade Indra Sakti dan Nur Afni.

Sementara lima lainnya adalah penyelenggara Pemilu tingkat ad hoc di antaranya Yudi Hendra (Ketua Panwascam Kuantan Mudik), Rain Novri Maryam (Anggota Panwascam Kuantan Mudik), Abdi Muslihan (Anggota Panwascam Kuantan Mudik), Ulil Amri (Anggota Panwascam Gunung Toar) dan Mawardi Irawan (Anggota PPK Pucuk Rantan).

Firdaus menduga tiga anggota Bawaslu Kuansing tidak profesional dalam menindaklanjuti laporan terkait dugaan penggunaan fasilitas negara (rapat pemerintah daerah) oleh Bupati Kuansing untuk mengenalkan bakal calon wakil bupati.

Menurut Firdaus, saksi ahli yang diperiksa dalam penanganan laporan tersebut merupakan saudara kandung dari Ade Indra Sakti.

Selain itu, Firdaus selaku pengadu juga mendalilkan Mardius Adi Saputra, Yudi Hendra, Rain Novri Maryam, Abdi Muslihan, Ulil Amri dan Mawardi Irawan terlibat dalam praktik politik uang karena diduga menerima uang dari beberapa Calon Legislatif DPRD Kuansing.

Untuk memudahkan akses publik terhadap jalannya persidangan, sidang ini juga akan disiarkan secara langsung melalui akun media sosial resmi yakni Facebook DKPP.

"Sehingga siapa pun dapat menyaksikan jalannya sidang pemeriksaan ini," tegas David.

Tentang DKKP

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP adalah lembaga yang bertugas mengawasi dan menegakkan kode etik penyelenggara pemilu, serta dapat memberikan sanksi jika ada pelanggaran.

DKPP dibentuk untuk menjaga integritas, kehormatan, kemandirian, dan kredibilitas penyelenggara pemilu.

Lembaga ini memiliki tugas untuk memeriksa dan memutuskan laporan atau pengaduan terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu.

DKPP juga dapat menjatuhkan sanksi administratif terhadap penyelenggara pemilu yang melanggar kode etik.

DKPP bukan merupakan lembaga peradilan, tetapi lebih berfungsi sebagai pengawas penyelenggara pemilu dan penegak kode etik.

Sanksi yang dapat dijatuhkan oleh DKPP, termasuk peringatan, sanksi administratif, dan bahkan pemberhentian sementara atau permanen dari jabatannya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini