Budayawan Riau Taufik Ikram Jamil Dapat Penghargaan dari Menteri Nadiem

TIJ sapaan akrab Taufik Ikram Jamil, diusulkan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Tanjungpinang.

Eko Faizin
Kamis, 02 Desember 2021 | 15:45 WIB
Budayawan Riau Taufik Ikram Jamil Dapat Penghargaan dari Menteri Nadiem
Budayawan Riau Taufik Ikram Jamil. [Facebook Taufik Ikram Jamil]

Bagaimanapun, anugerah ini merupakan suatu prestasi yang juga dapat disandingkan dengan prestasi olahragawan. Apalagi tidak tiap tahun Riau memperoleh kesempatan menerima anugerah ini.

Profil Taufik Ikram Jamil
Taufik Ikram Jamil lahir di Teluk Belitung, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, 19 September 1963.

Menjabat sebagai Sekretaris Umum Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Provinsi Riau, ia telah menulis lebih dari 20 buku baik prosa maupun puisi dan kajian budaya, bahkan buku pelajaran budaya Melayu Riau untuk SD-SMA/ Sederajat.

Buku terbarunya adalah Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri, Biografi Kesaksian. Selain itu, ia juga terlibat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan budaya, misalnya sebagai tim ahli penilaian karya sastra unggulan untuk siswa SD-SMA sederajat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019.

Beberapa penghargaan telah diraihnya, Yayasan Sagang menilai bukunya bertajuk Sandiara Hang Tuah sebagai buku terbaik tahun 1997.

Sedangkan tahun 1998, cerpennya yang bertajuk Pagi Jumat Bersama Amuk menjadi cerpen utama Indonesia menurut versi Dewan Kesenian Jakarta, menyusul romannya bertajuk Hempasan Gelombang sebagai salah seorang pemenang dalam sayembara di lembaga serupa.

Pusat Bahasa Depdikbud memberikan penghargaan untuk kumpulan cerpennya Membaca Hang Jebat sebagai karya sastra terbaik tahun 1999. Untuk kumpulan sajak, tersebab aku melayu masuk lima besar dalam Khatulistiwa Literary Award tahun 2010 dan disebut sebagai satu dari tiga kumpulan puisi penting tahun 2010 oleh majalah Tempo.

Buku puisi tersebab daku melayu memperoleh predikat buku puisi pilihan Hari Puisi Indonesia 2015. Ia juga memperoleh berbagai penghargaan baik dari pemerintah Provinsi Riau, Yayasan Sagang, dan PWI Riau seperti Budayawan Pilihan (2003) serta Seniman Perdana (2006).

Karyanya juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, di antaranya di bawah judul What’s Left & Other Poems oleh BTW (2015) dalam tiga bahasa. Buku-bukunya juga sempat menjadi objek kitab khatam kaji sejumlah mahasiswa baik untuk S-1 maupun S-2 di Pekanbaru, Yogya, Solo, bahkan di Belanda.

“TIJ dinilai tidak saja karena karya sastra, tetapi lintas seni sampai upaya pewarisan dan praktisi pemangku adat. Tim misalnya, selain karya sastra, juga terkesan dengan tindakannya membuka Akademi Kesenian Melayu Riau, berada di DKR sejak 90-an, bahkan berupaya menulis buku sekolah untuk budaya sejak tahun 2012,” bebernya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini