SuaraRiau.id - Wacana pemulihan ekonomi melalui industri pariwisata terancam terhambat karena pemangkasan libur akhir tahun.
Keputusan pemotongan libur akhir menjadi 9 hari dari sebelumnya 11 hari memberi pukulan pada industri pariwisata, mulai dari hotel, transportasi hingga rumah makan, yang sebelumnya sempat berharap bisa mendulang pendapatan dari libur panjang akhir tahun.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama sebelumnya mengatakan bahwa kalangan industri pariwisata sangat berharap libur panjang akhir tahun ini bisa memulihkan kerugian mereka akibat pandemi Covid-19.
Mereka bahkan meminta langsung pada dirinya dan Menteri Muhadjir untuk mempertimbangkan kembali rencana memangkas jumlah cuti bersama di akhir tahun.
Baca Juga:Antisipasi Libur Akhir Tahun, Dispar Bantul Minta Wisatawan Taat Prokes
Pengamat pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman Chusmeru mengatakan pengurangan libur ini akan membawa dampak buruk pada industri pariwisata tanah air.
Namun di sisi lain kata dia, pemerintah juga tidak ingin penyebaran Covid-19 semakin tidak terkendali.
"Langkah bijak agar perekonomian tetap bisa berjalan sebenarnya adalah mengurangi libur dua hari saja, yaitu 28 dan 29 Desember. Dengan demikian, masyarakat masih bisa menikmati libur panjang dari tanggal 30 Desember sampai 3 Januari," ujar dia.
Pandemi ini, menurut Chusmeru bukan hanya membuat masyarakat tidak bisa melakukan perjalanan wisata, tetapi juga membuat sektor usaha pariwisata mengalami kondisi paling menyedihkan sepanjang sejarah industri ini di Indonesia.
"Dampaknya lebih parah dari tragedi Bom Bali 2002. Saat itu begitu pelaku tertangkap dan dihukum, sektor pariwisata kembali pulih dengan cepat,” ujar dia.
Baca Juga:Industri Sawit Dinilai sebagai Penyelamat Ekonomi Akibat Pandemi
"Namun pandemi Covid-19 yang telah menelan korban jutaan orang di seluruh dunia dan sulit diprediksi kapan akan berakhir.”