Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Kamis, 04 Agustus 2022 | 20:43 WIB
Panorama sunset di Tepian Batang Mandau Bengkalis yang dulunya merupakan pendaratan pertama kapal ekplorasi minyak bumi. [Suara.com/Panji Ahmad Syuhada]

SuaraRiau.id - Monumen ikonik berbentuk kerucut menjulang gagah menghias cakrawala. Warna khas Melayu Riau menyelimuti tiap sisi. Simbol itu dibangun sebagai tanda kenang bahwa hampir satu abad yang lalu, pendaratan kapal pembawa sejarah panjang perminyakan Riau dimulai dari sini.

Deburan ombak-ombak kecil saling berbenturan dengan akar bakau yang membentengi tepian sungai. Percikan itu berasal dari kapal para nelayan yang lalu lalang. Dari kejauhan, sudah nampak ikan-ikan yang tak berdaya masuk perangkap bubuh mereka.

Nelayan setempat masih bisa sumringah, sebab hingga kini sungai itu masih memberikan penghidupan yang nyata.

Wisatawan yang menikmati pemandangan di lokasi Tepian Batang Mandau Bengkalis.[Suara.com/Panji Ahmad Syuhada]

"Alhamdulillah, dapat sedikit untuk makan malam," ujar Budi, nelayan setempat.

Sungai seluas lebih kurang sepuluh meter itu masih asri dihiasi hutan bakau di tepian. Sisi kanan, tampak menawan dengan ditumbuhi bakau hingga akar-akar hutan. Sementara di kiri, tegak kokoh benteng beton berbentuk tangga sebagai tempat menikmati panorama.

Dahulu, tepian Sungai Mandau merupakan lokasi pendaratan pertama kapal besar pembawa mesin pengeboran minyak pertama di Bumi Lancang Kuning ini.

Maskapai itu milik perusahaan Nederlandsche Petroleum Pacific Maatschappij (NPPM), sebuah perusahaan eksplorasi minyak bumi yang bertolak dari Amerika Serikat (AS) pada 1935.

Lokasi Tepian Batang Mandau tersebut berada di Desa Balai Pungut, Pinggir, Bengkalis. Konon, nama balai pungut –tempat pemungutan– itu diadopsi dari peristiwa sejarah tersebut dan hasil-hasil alam yang kerap dipungut (dijemput) dari sini.

"Dulu waktu pendaratan pertama, banyak kapal raksasa, ada namanya Pasifik 12, Pasifik 13 dan sebagainya yang menurunkan mesin pengebor minyak," ujar warga setempat, Khalifah Atosmen (48) kepada Suara.com, akhir pekan lalu.

Pemuka agama ini mengatakan, kawasan yang dinamai Tepian Batang Mandau tersebut merupakan tempat paling bersejarah bagi perminyakan Riau. Dari sinilah tonggak sejarah eksplorasi minyak dan gas (migas) Riau, khususnya yang berada di Duri Field dimulai.

"Itulah maka dibangun Monumen NPPM, di situ tertulis tahun 1935. Tahun itulah dimulainya pendaratan kapal pertama yang bawa mesin-mesin pengeboran," kata dia, mengulas kembali cerita silam para tetua.

Untuk sampai ke lokasi ini, dari pusat kota Duri yang merupakan daratan Bengkalis, berkisar satu jam perjalanan.

Dua tahun belakangan, lokasi hilir Sungai Mandau tersebut disulap menjadi sebuah objek wisata kekinian. Sungai tersebut dulunya merupakan jalur lintas internasional yang mampu menghubungkan ke pelabuhan Tanjung Buton dan mengalir ke laut lepas.

Tugu NPPM tersebut kini telah dipugar kembali oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) beberapa hari sebelum hengkang dari Blok Rokan –blok migas yang konon terbesar di Asia Tenggara. Bangunan ikon sejarah itu dinamakan Monumen Nasi Kunyit Pagar Telor.

Saat ini, kawasan perkampungan Melayu dan Sakai ini menjadi magnet bagi para wisatawan untuk menikmati alam sekaligus bernostalgia dengan sejarah panjang perminyakan di Bumi Lancang Kuning tersebut.

Potensi Pariwisata Balai Pungut
Khalifah Atosmen mengungkapkan, bahwa dua tahun belakangan ini, hampir setiap hari lokasi wisata bersejarah ini ramai dikunjungi wisawatan.

Para pelancong itu hadir ke lokasi untuk menikmati sunset dan panorama alam yang menawan. Rata-rata, mereka yang hadir merupakan warga dari luar daerah.

"Ada yang dari Pekanbaru, Dumai, bahkan dari Medan dan Sumatera Barat. Biasanya paling ramainya itu di akhir pekan," ujar dia.

Penggagas objek wisata Tepian Balai Pungut ini mencatat, para wisatawan yang datang ke lokasi kebanyakan warga dari luar daerah. Magnet wisatawan tersebut yaitu panorama indah menjelang malam, yang mana pemandangan tampak lebih eksotis dengan panorama langit memerah.

Pembenahan Fasilitas yang Terus Digesa
Sambil menikmati view panorama senja, wisatawan yang hadir ke lokasi juga akan dimanjakan dengan Gazebo yang menjadi fasilitas ruang terbuka di tepian sungai.

Andil pemerintah dalam mengembangkan potensi Pariwisata lokal ini cukup luar biasa. Dua tahun belakangan, Pemerintah Kabupaten Bengkalis dan Desa Balai Pungut berkolaborasi menyulap tempat yang dulunya kumuh tak terawat menjadi objek yang menarik.

Di situ juga dibangun halaman luas untuk wahana bermain anak, fasilitas perahu, kapal dayung hingga tugu milik Desa.

Selain hal tersebut, lokasi wisata ini juga terbukti mampu membangkitkan kembali memori tentang perkembangan sejarah migas di Riau.

Seorang wisatawan lokal, Annisa Nabila mengaku takjub dengan objek wisata tersebut. Walaupun sederhana, kata dia, namun lokasi ini mampu membangkitkan nilai sejarah.

"Dulu Atuk saya kerja di perusahaan Migas. Beliau banyak cerita tentang lokasi ini (Balai Pungut) makanya saya tertarik ke sini, melihat langsung monumen yang penuh sejarah ini," kata dia.

Bawa Nama Duri Dikenal Dunia
Dahulu, Duri yang merupakan bagian dari Sumatera Tengah itu namanya kurang tersohor. Namun sejak ditemukannya potensi migas tersebut, Duri menjadi salah satu tempat yang paling fenomenal.

Pengamat Sejarah, Drs Albohari mengungkapkan bahwa di wilayah itu terdapat dua ikon yang menarik dan perlu dilestarikan, yaitu tugu Nederlandsche Petroleum Pacific Maatschappij (NPPM) dan kuburan dengan tulisan Kanji Jepang.

"Tugu NPPM ini untuk mengenang pendaratan pertama yang bersejarah karyawan minyak ke Duri. Pendaratan pertama yang legendaris ini, membuat kota Duri yang tidak dikenal, menjadi kota terkenal di peta nasional, bahkan peta Amerika," kata Albohari.

Menurutnya, orang Amerika semasa itu tidak tahu Riau, atau Pekanbaru, mereka hanya tahu Duri saja. Menurut catatan sejarah, Maskapai minyak NPPM ini melakukan pengeboran pertama di tahun 1935 di Blok Sebanga, yang sekarang masuk wilayah Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Riau.

Desa Balai Pungut, adalah sebuah Desa di waktu kerajaan Siak yang memegang peran penting. Disebut Balai Pungut, karena dikala itu, daerah ini adalah tempat dikumpulkannya/dipungut barang-barang hasil hutan seperti damar, rotan, gaharu, kayu, hewan liar, hasil sungai seperti ikan, dan lain-lain.

"Barang-barang yang dipungut disimpan di Balai sebuah Desa di Pinggiran Sungai Mandau, dari proses waktu Desa tersebut dinamakan Balai Pungut," ulasnya.

Barang-barang tersebut lalu dikirimkan ke kerajaan Siak, atau diperdagangkan ke daerah lain seperti Bengkalis, Pekanbaru, Tapung, Kampar, Minangkabau, dan daerah lain lewat Sungai Mandau yang cukup terkenal di kala itu.

Albohari menyebut, bahwa Sungai Mandau merupakan merupakan salah satu jalur perdagangan yang cukup sibuk di masa kerajaan Siak Sri Inderapura. Apalagi sejak eksplorasi minyak dimulai, sungai ini merupakan urat nadi lalu lintas kapal luar negeri.

Menurut dia, Sungai Mandau di Desa Balai Pungut menyimpan catatan-catatan sejarah yang layak dipromosikan untuk pariwisata. Seperti tugu NPPM tadi.

Kemudian, di Desa Balai Pungut juga terdapat kuburan dengan tulisan kanji Jepang. Menurutnya ini perlu diteliti lebih lanjut, apakah benar kuburan Jepang, atau kuburan tidak dikenal.

"Kalau benar ini kuburan Jepang, ada dua kemungkinan menurut pendapat saya, pertama tentara Jepang yang tewas ketika menghadapi kelompok pemuda Sakai dibawah pimpinan si Kodai. Kemudian orang Jepang yang meninggal ketika bekerja di pengeboran minyak bumi," tuturnya.

Dari tulisan yang tertera di kuburan tertulis wafat 17-7-1943, sayangnya tulisan berikutnya yang mirip tulisan kanji Jepang sudah tidak terbaca lagi, karena digerus oleh waktu.

Saat itu, Jepang masuk ke wilayah Duri (masuk juga wilayah Minas, Pinggir, Mandau, Talang Muandau, Bathin Solapan, dan Dumai) tahun 1943-1944, dengan tujuan ambisius yakni mencari emas yang konon cerita terdapat di Kandis (ternyata tidak terbukti).

Dan memproduksi minyak bumi besar-besaran (rampasan dari perusahaan minyak Belanda dan Amerika) untuk keperluan mesin perangnya.

Dari bukti sejarah itu, Albohari berharap, sejarah yang begitu berharga bagi warga tempatan tersebut, sebaiknya dilestarikan dan diteliti lebih lanjut oleh ahli-ahli sejarah secara ilmiah.

Monumen Ikonik Jadi Simbol Sejarah
Sejarah mencatat, usaha pencarian minyak bumi di Riau yang dulunya dinamakan Sumatera Tengah dimulai tahun 1924. Saat itu Standard Oil Company of California mengajukan hak eksplorasi minyak bumi kepada Pemerintah Hindia Belanda.

Setelah menunggu selama 6 tahun, akhirnya pada 1930 Pemerintah Hindia Belanda menyetujui permintaan perusahaan Amerika tersebut untuk melakukan eksplorasi minyak.

Untuk melaksanakan operasinya di wilayah Hindia Belanda, Standard Oil Company of California mendirikan perusahaan NV Nederlandsche Pacific Petroleum Maatschaappij (NPPM) pada Juni 1930.

Pada tahun 1935, NPPM mendapat tawaran untuk melakukan eksplorasi seluas 600.000 hektare di Sumatera Tengah yang kemudian di dunia perminyakan dikenal sebagai Rokan Block, letaknya di Duri hingga Minas.

Setelah mendapatkan hak eksplorasi pada tahun 1935, NPPM segera melakukan kegiatan secara sistemik di wilayah Sumatera Tengah yang dimulai dari daerah aliran Sungai Rokan.

Hasil dari kegiatan penyelidikan geologi pada tahun 1936 dan 1937 memberikan keyakinan bagi pihak NPPM, bahwa cadangan minyak di Riau (Sumatera Tengah, red) letaknya lebih ke selatan.

Akhirnya NPPM meminta kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah daerah kerjanya sehingga berbentuk seperti seekor kangguru menghadap ke barat. Selanjutnya pada tahun-tahun berikutnya NPPM giat melakukan kegiatan penelitian geologik, geofisik serta melakukan pengeboran sumur di wilayah kerjanya.

Sejak tahun 1937 sampai dengan 1941 telah dilakukan penelitian seismik dengan luas 4.012 kilometer, termasuk melakukan pengeboran dengan sistem counterflush sebanyak 34 sumur pada lokasi yang berbeda-beda.

Menjelang kemerdekaan Republik Indonesia terdapat dua perusahaan besar minyak asing yang beroperasi di wilayah Riau (Sumatera Tengah, red). Perusahaan pertama adalah NV. SVPM, yang kemudian dikenal STANVAC, yang merupakan gabungan antara perusahaan Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM) dengan Standard Oil of New Jersey pada tahun 1933.

Kelompok ini beroperasi di Riau atau tepatnya sekitar Lirik. Sedangkan perusahaan lainnya adalah NV Caltex Pacific Petroleum Maatschappij yang merupakan gabungan usaha antara NV Nederlandsche Pacific Petroleum Maatschappij (NPPM) dengan Texas Oil Company (TEXACO) pada tahun 1936. Kelompok ini beroperasi di Sumatra bagian tengah (Blok Rokan, Sebanga, Duri, Minas).

Kontributor : Panji Ahmad Syuhada

Load More