SuaraRiau.id - Larangan ekspor minyak kelapa sawit mentah atau CPO oleh pemerintah ternyata mendapat sorotan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEKPIR) Kalimantan Barat (Kalbar).
Ketua ASPEKPIR Kalbar Marjitan menyatakan khawatir larangan ekspor minyak sawit mentah atau CPO pada 28 April 2022 bisa berdampak pada harga sawit turun.
“Larangan ekspor CPO pasti punya pengaruh dan khawatir harga TBS (tandan buah segar) sawit turun," ujarnya dikutip dari Antara, Senin (25/4/2022).
Menurut dia, petani khawatir harga TBS menurun di tengah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang membuat tidak cukup mengimbangi modal yang dikeluarkan oleh pekebun.
"Meski soal harga dikhawatirkan turun, namun kami yakin Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tidak akan mengurangi permintaan TBS dari pekebun. Untuk sementara menunggu perkembangan selanjutnya,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalbar, Purwati meminta agar kebijakan larangan ekspor CPO dievaluasi apabila dalam penerapannya memberikan dampak negatif.
“Jika kebijakan ini membawa dampak negatif kepada keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit, kami akan memohon kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan tersebut,” kata dia.
Sebagai pelaku usaha kelapa sawit, pihaknya mendukung setiap kebijakan pemerintah terkait sektor kelapa sawit. Pihaknya menghormati dan akan melaksanakan kebijakan seperti yang disampaikan oleh Presiden. Pihaknya juga akan memantau perkembangan di lapangan setelah berlakunya kebijakan tersebut.
“Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan dalam mata rantai industri sawit untuk memantau dampak kebijakan tersebut terhadap sektor keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit,” ucapnya.
Sejak beroperasinya pelabuhan Internasional Kijing di Mempawah, ekspor CPO dan turunannya dari Kalbar mengalami kenaikan signifikan. Pertumbuhan devisa ekspor sawit pada tahun 2021 tercatat Rp8,148 triliun atau naik 298,69 persen dibandingkan dengan tahun 2020 yang tercatat sebesar Rp2,043 triliun. (Antara)