Penembak Laskar FPI Bebas, KPAU Singgung Pengadilan Akhirat: Semoga Allah Berikan Azab Pedih di Neraka

Menurut KPAU, vonis tersebut merupakan putusan yang sesat menyesatkan, tidak memenuhi unsur tapi diputus bebas oleh majelis hakim.

Eko Faizin
Minggu, 20 Maret 2022 | 13:35 WIB
Penembak Laskar FPI Bebas, KPAU Singgung Pengadilan Akhirat: Semoga Allah Berikan Azab Pedih di Neraka
Terdakwa unlawful killing anggota Laskar FPI Briptu Fikri Ramadhan (kiri) dan Ipda M Yusmin Ohorella (kanan) melakukan sujud syukur seusai divonis bebas sidang putusan yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat (18/3/2022). [ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan]

SuaraRiau.id - Dua anggota polisi penembak laskar Front Pembela Islam (FPI) divonis lepas majelis hakim. Vonis tersebut kemudian menuai pro dan kontra.

Salah satunya datang dari Koalisi Persaudaraan dan Advokasi Umat (KPAU). Koalisi ini bersama segenap tokoh, ulama dan advokat menanggapi vonis dua polisi penembak laskar FPI yang divonis lepas.

Menurut KPAU, vonis tersebut merupakan putusan yang sesat menyesatkan, tidak memenuhi unsur tapi diputus bebas oleh majelis hakim.

KPAU menegaskan sidang perkara KM 50 yang vonis polisi penembak laskar FPI bebas adalah sidang dagelan yang menghasilkan putusan sesat menyesatkan. Mereka punya empat catatan kritis atas jalannya sidang perkara KM 50 dan putusa bebas penembak laskar FPI.

Ketua Umum KPAU, Ahmad Khozinudin menyatakan beberapa keberatan atas sidang dan vonis bebasr tersebut.

Pertama, KPAU kembali menegaskan mosi tidak percaya terhadap keseluruhan proses persidangan KM 50 termasuk pada putusan yang baru saja dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui majelis hakim yang dipimpin Muhammad Arif Nuryanta.

"Putusan yang melepaskan terdakwa dengan dalih alasan pembenar dan pemaaf karena pembelaan terpaksa, adalah putusan sesat dan menyesatkan, tidak sesuai dengan realitas perkara dan mencederai rasa keadilan masyarakat," tulis Khozinudin dikutip Hops.id--jaringan Suara.com, Minggu (20/3/2022).

Kedua, dalih pembelaan terpaksa (noodweer) dan pembelaan darurat (noodweer-exces) yang melampaui batas sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 KUHP harus memenuhi unsur-unsur, 1. Pembelaan itu bersifat terpaksa; 2. Yang dibela ialah diri sendiri, orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain; 3. Ada serangan sekejap atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu; 4. Serangan itu melawan hukum.

"Adapun perbuatan Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M Yusmin Ohorella tidak memenuhi unsur pembelaan yang bersifat terpaksa, karena berdasarkan fakta hukum dipersidangan yang terangkum dalam tuntutan jaksa IPDA M Yusmin Ohorella terbukti telah melakukan penguntitan (surveilans)," jelas dia.

Khozinudin menyampaikan bahwa Briptu Fikri Ramadhan, terbukti tidak memperhatikan asas, nesesitas, dan proporsionalitas dalam menggunakan senjata api saat mengawal korban.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini