SuaraRiau.id - Kasus Arteria Dahlan terkait Bahasa Sunda dihentikan polisi lantaran dengan sejumlah pertimbangan.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate Dr Margarito Kamis menilai Polri telah bertugas secara profesional.
“Saya menghargai keputusan polisi itu sebagai sikap profesional. Bagus, karena sudah seharusnya begitu," kata Margarito dalam keterangannya seperti dikutip dari Antara, Sabtu (5/2/2022).
Ia menyebutkan, sedari awal kasus Arteria tidak dapat diproses secara hukum. Terlebih ada yang menyamakannya dengan kasus ujaran kebencian yang menjerat penggiat media sosial Edy Mulyadi terkait “jin buang anak”.
Bahkan sejumlah pihak menuding sikap berat sebelah yang ditunjukkan kepolisian yang membedakan dengan kasus Edy Mulyadi.
“Sejak awal ini tidak bisa diproses. Kiamat kalau anggota DPR yang sedang bekerja lalu dihukum atas pernyataannya yang menjadi bagian dari pekerjaannya," kata Mantan Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara.
Doktor Ilmu Hukum Tata Negara lulusan Universitas Indonesia itu menyebutkan, apa yang disampaikan Arteria soal penggunaan bahasa Indonesia itu benar.
“Ada UU 24 tahun 2009 tentang Bahasa, Bendera dan Lembang Negara yang mengatur dalam rapat resmi, Bahasa Indonesia harus digunakan, apalagi oleh para pejabat," katanya.
Kritikan Arteria, terkait penggunaan bahasa Sunda oleh Kajati Jawa Barat dalam rapat-rapat. Arteria dalam rapat dengar pendapat dengan Jaksa Agung di Gedung DPR meminta Jaksa Agung mencopot bawahannya itu. Kasus ini kemudian ramai dan banyak kalangan mendesak Arteria mundur dari DPR dan diproses hukum.
Menurut Margarito, anggota DPR memiliki kekebalan saat menjalankan fungsi sebagai anggota DPR.
“Kiamat bangsa ini kalau ada orang yang dilindungi oleh UUD dan sedang menjalankan kewajiban-kewajiban hukumnya harus ditangguhkan karena pertimbangan politik," ujar Margarito.
Oleh karena itu, Margarito menambahkan, tindakan kepolisian menghentikan penyelidikan dan atau penyidikan kasus Arteria sudah benar dalam semua aspek. (Antara)