SuaraRiau.id - Taman Nasional Zamrud di Negeri Istana menyimpan segudang potensi pariwisata. Hamparan rimba raya mengelilingi perairan gambut. Di biduk danau, terdapat potensi migas yang tak terkira. Kawasan konservasi ini masih menyimpan misteri dan asa besar yang perlu digali. Jutaan barrel minyak bumi terkandung, konservasi alam juga masih terlindung.
MUIS terus mengayuh perahu kayunya saat berada di tepian Danau Zamrud, Siak. Alat transportasi tradisional yang dinamai pompong itulah yang menemani aktivitasnya saban hari.
Di danau perairan gambut tersebut, nelayan 59 tahun ini punya dua tugas utama; menafkahi keluarga dan menjaga konservasi. Sehari-hari, ia bertugas mencari ikan, namun juga ada waktu tertentu untuk melayani wisatawan.
Tugas tambahan ini didapatinya saat kawasan Taman Nasional Zamrud itu didatangi pengunjung, perahu milik Muis tersebut dipakai untuk berlayar.
Biasanya, rutinitas itu dilakoninya saat akhir pekan, dimana para pengunjung akan disuguhkan dengan pemandangan wisata alam danau serta hutan yang masih asri dan terlindung.
Muis bertugas memandu para pendatang untuk mengeksplor keindahan danau yang dalam tahap pengembangan potensi pariwisata ini. Tak terlewatkan, rombongan PWI Riau bersama Balai Besar Konsevasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau dan Badan Operasi Bersama (BOB) PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu masuk dalam skedul pelayanannya bersama para nelayan lain. Bagi Muis, Danau Zamrud merupakan rumah kedua baginya.
![Nelayan danau Zamrud, Muis (59) saat mengayuh perahu pompong ditemani seekor burung bangau putih jinak. [Suara.com/Panji Ahmad Syuhada]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/12/14/59437-nelayan-di-danau-zamrud.jpg)
"Sehari hari di Danau Zamrud, inilah rumah kedua kami," kata Muis kepada Suara.com, Sabtu (27/11/2021).
Jika aktivitas pariwisata itu usai, maka ia pun kembali ke tugas utama; mencari suaka. Kehidupan Muis bersama puluhan nelayan lain seratus persen ditopang dari hasil alam di Tasik tersebut.
Jika waktu mencari ikan tiba, perahu ukuran lima kali satu meter itu akan dibawa menyusuri danau, di tepi-tepi, ia berhenti sejenak, lalu mengangkat bubu dan memastikan hasil perangkap yang dipasang tiga hari lalu.
Tak jarang, ikan jenis toman, tapah, baung hingga nila tertawan di perangkap ikan ramah lingkungan. Itu dia buat dengan alat seadanya, mengandalkan jaring, kayu dan tali. Hasil tangkapan tersebut menjadi ladang rupiah bagi dirinya untuk dibawa pulang bersama keluarga.
Lantas, berpindah ke bubu-bubu lainnya, pria tegap bertopi ini mesti menghidupkan mesin pompong tadi. Sebab, jarak tempuh di danau alami seluas puluhan ribu hektare tak akan sanggup ditempuh hanya dengan dikayuh.
Mesin berkekuatan 15 PK pun dihidupkan, di bawah terik matahari, ia masih semangat untuk terus mengais rejeki.
Di sisinya, setia menemani seekor burung bangau putih yang dinamainya Siti. Dari postur unggas ini, diperkirakan berusia tidak lebih tiga tahun. Siti lah yang menemani aktivitas Muis dan para nelayan setiap kali memanen bubu dan memancing ikan di danau Zamrud.
Sebagai imbalan, Siti selalu dijatah ikan segar sebagai santapan. Harmonisasi alam tersebut sangat kental dirasakan para nelayan.
"Namanya Siti, bangau ini jinak dan rutin menemani kami nangkap ikan," tutur Muis.