SuaraRiau.id - Budayawan Taufik Ikram Jamil menerima Anugerah Kebudayaan Indonesia 2021 dari Pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Penghargaan yang diberikan kepada Taufik Ikram Jamil, tentunya tak lepas karya di bidang kebudayaan dan memiliki dedikasi yang tinggi sebagai pelopor dan pembaharu.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, Raja Yoserizal Zen mengatakan, anugerah tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Mendikbudristek No 379/P/2021 tanggal 29 November 2021 yang ditandatangani Menteri Nadiem Anwar Makarim.
Dalam SK itu, lanjut Yose, terdapat juga sejumlah nama lain dengan berbagai keahlian dan kategori.
TIJ sapaan akrab Taufik Ikram Jamil, diusulkan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Tanjungpinang yang wilayah kerjanya meliputi empat provinsi di Sumatra termasuk Riau.
Menurut Yose, TIJ melalui saringan yang ketat sebelum dinyatakan menerima anugerah tersebut, apalagi pada tahun ini, anugerah dengan kategori pelopor dan pembaharu itu diberikan kepada lima orang dari sekitar 150 orang yang dicalonkan dari berbagai wilayah Indonesia, padahal tahun-tahun sebelumnya berjumlah 10 orang.
"Tim anugerah Kemendikbudristek di bidang ini, sampai harus memverifikasi kepeloporan dan pembaharuan TIJ ke Riau, yang dipimpin Bens Leo, seorang kritikus seni terpandang dan baru meninggal duni pekan lalu," kata Raja Yoserizal Zen.
Nantinya, pihak yang akan memberikan anugerah itu akan datang ke Pekanbaru untuk menyerahkan tanda anugerah seperti pin emas, sertifikat, dan uang.
Disinggung soal akankah ada bonus dari Pemerintah Provinsi Riau atas prestasi yang diraih oleh TIJ.
"Belum tahu," sela Yose.
Bagaimanapun, anugerah ini merupakan suatu prestasi yang juga dapat disandingkan dengan prestasi olahragawan. Apalagi tidak tiap tahun Riau memperoleh kesempatan menerima anugerah ini.
Profil Taufik Ikram Jamil
Taufik Ikram Jamil lahir di Teluk Belitung, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, 19 September 1963.
Menjabat sebagai Sekretaris Umum Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Provinsi Riau, ia telah menulis lebih dari 20 buku baik prosa maupun puisi dan kajian budaya, bahkan buku pelajaran budaya Melayu Riau untuk SD-SMA/ Sederajat.
Buku terbarunya adalah Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri, Biografi Kesaksian. Selain itu, ia juga terlibat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan budaya, misalnya sebagai tim ahli penilaian karya sastra unggulan untuk siswa SD-SMA sederajat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019.
Beberapa penghargaan telah diraihnya, Yayasan Sagang menilai bukunya bertajuk Sandiara Hang Tuah sebagai buku terbaik tahun 1997.
Sedangkan tahun 1998, cerpennya yang bertajuk Pagi Jumat Bersama Amuk menjadi cerpen utama Indonesia menurut versi Dewan Kesenian Jakarta, menyusul romannya bertajuk Hempasan Gelombang sebagai salah seorang pemenang dalam sayembara di lembaga serupa.
Pusat Bahasa Depdikbud memberikan penghargaan untuk kumpulan cerpennya Membaca Hang Jebat sebagai karya sastra terbaik tahun 1999. Untuk kumpulan sajak, tersebab aku melayu masuk lima besar dalam Khatulistiwa Literary Award tahun 2010 dan disebut sebagai satu dari tiga kumpulan puisi penting tahun 2010 oleh majalah Tempo.
Buku puisi tersebab daku melayu memperoleh predikat buku puisi pilihan Hari Puisi Indonesia 2015. Ia juga memperoleh berbagai penghargaan baik dari pemerintah Provinsi Riau, Yayasan Sagang, dan PWI Riau seperti Budayawan Pilihan (2003) serta Seniman Perdana (2006).
Karyanya juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, di antaranya di bawah judul What’s Left & Other Poems oleh BTW (2015) dalam tiga bahasa. Buku-bukunya juga sempat menjadi objek kitab khatam kaji sejumlah mahasiswa baik untuk S-1 maupun S-2 di Pekanbaru, Yogya, Solo, bahkan di Belanda.
“TIJ dinilai tidak saja karena karya sastra, tetapi lintas seni sampai upaya pewarisan dan praktisi pemangku adat. Tim misalnya, selain karya sastra, juga terkesan dengan tindakannya membuka Akademi Kesenian Melayu Riau, berada di DKR sejak 90-an, bahkan berupaya menulis buku sekolah untuk budaya sejak tahun 2012,” bebernya.
Kontributor : Alfat Handri