Kisah Kelompok Tani Suku Sakai Bangkit dan Berdaya di Tanah Rawan Bencana

Kisah Kelompok Pertanian Terpadu Masyarakat Sakai Pematang Pudu (KPTMS-PP) bangkit dari keterpurukan di lahan rawan bencana.

Chandra Iswinarno
Sabtu, 30 Oktober 2021 | 23:46 WIB
Kisah Kelompok Tani Suku Sakai Bangkit dan Berdaya di Tanah Rawan Bencana
Sejumlah warga masyarakat adat Sakai yang tergabung dalam Kelompok Pertanian Terpadu Masyarakat Sakai Pematang Pudu (KPTMS-PP) memperbaiki kolam ikan yang mereka pelihara. [Suara.com/Panji Ahmad]

Aksi menata ulang pun dilakukan. Cangkul, sekop dan alat-alat berat mesin mulai dikerahkan. Pagi-sore, para petani Sakai pada bulan Ramadan itu berbagi peran, ada yang membentuk tanggul hingga menata kolam.

Cuaca terik dan panas tak menyurutkan semangat mereka untuk bekerja keras bersama meski dalam suasana puasa. Dalam benak mereka hanya satu; bangkit dari keterpurukan.

Hingga berbulan-bulan, lahan pertanian dan perikanan mereka pun sudah bisa dimanfaatkan. Warga seakan mendapat angin segar untuk kembali beraktivitas di lahan swadaya masyarakat itu.

Tapi sebelum bencana tersebut mendera, kelompok pertanian Sakai terpadu ini sempat mengalami masa-masa kejayaan mulai 2013 hingga 2016, hasil panen mereka melimpah ruah.

Baca Juga:Kisah Orang Sakai Lulusan S2 Jerman, Hapus Stigma Terasing dan Tertinggal

Bukan hanya dari bidang perikanan, teknik bertahan hidup dengan bertani yang sejatinya merupakan kebiasaan leluhur Suku Sakai terdahulu juga ditekuni. Tetapi sekarang polanya tentu berbeda, Mus Mulyadi menerapkan manajemen pertanian dan peternakan modern yang ramah lingkungan dan produktif.

Areal lahan yang letaknya di Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis itu, dimanfaatkan mereka dengan banyak jenis bidang usaha yang digeluti. Mulai dari pertanian jenis cabai, timun, gambas, pinang, buah-buahan hingga sayur mayur.

Lalu ada juga peternakan ayam pedaging, bebek dan ayam kampung. Pun dengan kolam-kolam yang dibuat seluas empat hektare, mereka memanfaatkan itu untuk ternak ikan emas, lele, nila, patin dan gurami. Semuanya digeluti bersama-sama, seperti pola yang diterapkan Mus Mulyadi; gotong royong.

"Kita kerjanya bersama-sama, dulu ini merupakan inisiatif dari beberapa warga. Awalnya itu kami ternak lele di kolam 10x10 meter, setelah itu dilirik perusahaan migas, dibantu gali kolam, diberi pelatihan, pendampingan, dibantu bibit hingga pakan sampai kami berhasil," ungkapnya.

Aktivitas yang dijalani pria keturunan suku asli Riau dan kelompoknya ini merupakan investasi sosial PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), anak usaha BUMN PT Pertamina (Persero).

Baca Juga:Innalillahi, Tokoh Sakai Riau Mohammad Yatim Meninggal Dunia

Awalnya, mereka memang lebih dulu dapat pembinaan PT Chevron Pacific Indonesia, tapi sejak alih kelola wilayah kerja Rokan atau Blok Rokan, warisan masyarakat berdaya ini jadi komitmen PHR untuk ditingkatkan supaya lebih berkembang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini