Baru-baru ini terjadi konflik manusia dengan harimau yang menewaskan satu orang pekerja Uniseraya.
Konflik dipicu semakin sempitnya ruang hidup satwa akibat aktivitas perusahaan serta konflik perusahaan dan masyarakat yang saling klaim wilayah untuk bertahan hidup.
Yayasan Ekosistem Zamrud meminta Bupati Siak, satu, memberikan sanksi kepada PT Uniseraya karna telah melakukan pelanggaran atas izin yang diberikan dengan menanam sawit.
Kedua, mencabut izin PT Uniseraya karena tidak menjalankan kewajiban sebagai pemegang IUP sejak 2006.
Ketiga, memberikan hak kelola kepada masyarakat dengan skema TORA dan yang keempat, pemerintah perlu untuk cermat dan berhati hati dalam memberikan izin.
Sementara itu, Humas PT Uniseraya saat dihubungi untuk menanyakan alihfungsi lahan, telepon tidak diangkat.
Bahkan sudah meninggalkan pesan lewat WhatsApp untuk konfirmasi, namun hanya dibaca (centang biru).
PT Uniseraya dan Kampung Adat Suku Anak Rawa
Ketua Kerapatan Adat Kampung Adat Asli Anak Rawa Penyengat, Alid (34) dengan tegas menolak adanya dokumen amdal yang baru untuk alihfungsi yang dilakukan oleh PT Uniseraya.
Dikatakan Alid, sebisanya ia berjuang agar tanah adat yang berada di wilayahnya dapat dijadikan sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat adat.
"Kita tegas menolak, sampai saat ini kita meminta PT Uniseraya tidak mengelola apapun di wilayah hutan adat suku anak rawa," kata Alid.
Selama ini, tambah Alid, tidak ada masyarakat yang terlibat secara langsung soal PT Uniseraya ini.
Bahkan, sampai saat ini masyarakat tidak mengetahui batas pengelolaan dari PT Uniseraya tersebut.
"Kami berharap pemerintah tegas akan persoalan ini. Jangan hanya memberi izin tanpa melibatkan masyarakat," jelasnya.
Alid tak ingin, ada konflik dikemudian hari jika pemerintah Kabupaten Siak memaksa mengeluarkan izin.
"Jangan nanti ada konflik baru ribut-ribut, bijaklah dalam membuat kebijakan. Jangan nanti masyarakat yang disalahkan," tegasnya.