Nestapa Tukang Odong-odong di Masa PPKM, Sehari Bawa Pulang Rp 15 Ribu

Sehari-hari mengemudi odong-odong untuk memberikan hiburan murah yang diminati anak-anak di kota berjuluk Negeri Istana.

Eko Faizin
Jum'at, 06 Agustus 2021 | 18:49 WIB
Nestapa Tukang Odong-odong di Masa PPKM, Sehari Bawa Pulang Rp 15 Ribu
Odong-odong yang dikemudikan Hasyim saat menunggu para wisatawan atau anak-anak untuk menaikinya. [Suara.com/Alfat Handri]

SuaraRiau.id - Hasyim (23) salah satu dari 9 orang lainnya yang menggantungkan hidupnya menjadi seorang tukang odong-odong di Kabupaten Siak.

Sehari-hari mengemudi odong-odong untuk memberikan hiburan murah yang diminati anak-anak di kota berjuluk Negeri Istana.

Kendati menghibur, sesungguhnya nasibnya tak seceria tawa si penumpang yang dibawanya. Ditambah lagi di masa pandemi Covid-19 saat ini.

Hasyim memiliki seorang istri dan satu orang anak yang menantinya setiap saat membawa pundi rupiah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Diakui Hasyim, dengan penghasilan yang menurun dan tanpa bantuan pemerintah seperti ini, sebenarnya hubungan berumah tangga menjadi berbeda.

“Untung saja istri saya pengertian, dia kini tinggal bersama orang tuanya di Mempura, dan saya mengontrak di Siak. Setiap malam saya yang pulang ke rumah mertua,” cerita Hasyim ditemui SuaraRiau.id di depan Istana Siak, Kamis (5/8/2021) petang.

Sebelum pandemi covid-19, dalam sehari Hasyim bisa meraup untung Rp 200 ribu rupiah. Uang itu tak sepenuhnya menjadi milik Hasyim, karena odong-odong yang dikemudi bukan miliknya. Ia harus berbagi hasil dengan pemilik.

"Ini milik pengusaha. Saya mengemudikan saja, hasilnya bagi dua dengan pemilik," kata Hasyim.

Sebelum dilanda Covid-19 dan kebijakan PPKM oleh pemerintah, Hasyim biasa bisa mendapatkan bersih untuknya Rp 100 ribu dalam sehari.

Namun, setelah dilanda Covid-19 dan PPKM, ia hanya bisa menghasilkan Rp 15.000 sampai Rp 25.000 sehari. Itu digunakannya memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk anak dan istrinya.

"Mau menangis rasanya. Begitu juga yang dirasakan dengan teman-teman lainnya, termasuk penjual souvenir di depan Istana ini," kata Hasyim.

Sampai saat ini, sambung Hasyim sambil duduk diatas odong-odongnya, belum ada ia dan rekan-rekannya mendapat bantuan dari pemerintah.

Terkait bantuan, sambung Hasyim, dirinya sama sekali tidak berharap. Ibunya sejak kecil sudah mengajarkan untuk tidak berharap sama orang.

“Meminta kepada Tuhan, bekerja dan berdoa,” sebut Hasyim.

Kondisi itu tidak hanya dialami Hasyim, hal serupa juga dirasakan oleh Jhon (35) seorang juru parkir depan Istana Siak.

“Kami parkir resmi, kendaraan roda dua Rp 2.000, sebutnya sambil menunjukkan karcis parkir. Tapi sejak tempat wisata tutup, pendapatan kami menurun drastis,” ungkapnya.

Kata Jhon, untuk mencari Rp 20 ribu dalam sehari sudah sangat sulit. Kondisi itu sudah sejak bulan ramadhan beberapa waktu lalu dialaminya dan kelurganya.

Jhon juga memiliki seorang anak berusia 1,5 tahun. Namun, berbeda dengan Hasyim, Jhon sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah. Pasalnya pendapatan sehari-harinya sangat tidak mencukupi biaya hidup.

" Belum makan bang, susu anak, kontrakan, listrik dan lain-lain. Sementara sehari cari Rp 20 ribu saja sudah susah sekali. Mau nangis rasanya bang," kata dia.

Jika kondisi parkir sepi, sesekali Jhon mengisi waktunya dengan memancing. Berharap dapat ikan agar bisa menjadi lauk yang bergizi untuk sematawayangnya.

Diakui Jhon, ia bersama teman-temannya yang bekerja di depan Istana Siak yang mengharap datangnya wisatawan untuk mengumpul rupiah sudah meminta bantuan kepada Bupati Siak Alfedri melalui proposal.

" Kami semua yang bekerja di depan Istana Siak ini sudah buat proposal untuk minta bantu bupati, mudah-mudahan saja dibantu," ungkap Jhon.

Kontributor : Alfat Handri

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini