SuaraRiau.id - Pandemi Covid-19 telah membuat ekonomi termasuk Indonesia terganggu. Segala sudut kehidupan, tak terkecuali bisnis hiburan malam.
Potret kehidupan itu terlihat di sudut kawasan hiburan malam Sintai, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) berangsur sepi.
Suasana hiruk pikuk tidak lagi terlihat di gerbang masuk kawasan Pusat Rehabilitasi Sosial Nonpanti (PRSN) Teluk Pandan, Batu Aji atau yang lebih dikenal dengan kawasan Sintai.
Setelah Covid-19 merebak, kawasan ini pun jauh terlihat semakin sepi dan lenggang. Ditambah lagi penerapan PPKM di wilayah tersebut telah mematikan upaya mereka dalam meraup rupiah.
Bahkan, sudah tidak ada lagi lalu lalang para pengunjung di kawasan lokalisasi ini. Hanya bangunan ruko-ruko yang dikemas menjadi bar-bar tempat hiburan malam masih kokoh berdiri.
“Tidak ada aktivitas lagi, seluruh gerbang ditutup karena pandemi Covid-19 ditambah masa PPKM Darurat ini,” kata Ketua RW Sintai, Nasir dilansir dari Terkini.id--jaringan Suara.com, Senin (19/7/2021).
Tak ada lagi riuh canda dan sesekali tawa dari penghuninya yang mayoritas dihuni pekerja seks komersial (PSK). Kegiatan yang dilakoni mereka yang melayani hasrat libido pelanggan pria hidung belang pun ambyar.
Sebagian besar memilih untuk pulang kampung saja dengan alasan tak pernah dapat bantuan dari pemerintah.
Kondisi tersebut sebenarnya sudah mulai terlihat perlahan, sejak beberapa perusahan galangan kapal yang notabene menjadi sumber pengunjung mulai gulung tikar dalam satu tahun belakangan.
Kondisi pandemi Covid-19 dengan sejumlah kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat pun turut menyurutkan kondisi ekonomi kawasan yang sudah berdiri sejak puluhan tahun silam tersebut.
Sejumlah warga setempat, mengungkapkan kawasan yang disebut-sebut tempat prostitusi terkenal di Batam ini hanya memutar lantunan musik disko dan reggae menggema, memecah suasana yang sepi.
Ketua RW Sintai, berdasarkan laporan, setidaknya hanya tersisa 180 orang yang tetap bertahan di tempat hiburan tersebut.
Padahal kemarin, bahkan mencapai ribuan pekerja hiburan malam mencari penyambung hidup di sana.
“(Ada) 180 orang pekerja seks komersial (PSK) dan pekerja hiburan malam yang bertahan, dari ribuan orang. Banyak yang telah pulang karena tak betah di kondisi sekarang,” ungkap Nasir.
Lebih lanjut, Nasir menyebut bahwa banyak pekerja di kawasan tersebut memutuskan untuk kembali ke daerah asal. Karena memang pekerja di sana datang dari berbagai daerah di Indonesia.
Mereka terpaksa pulang, akibat kondisi ekonomi. Tempat kerjanya tidak lagi dapat memenuhi kehidupan sehari-hari. Begitu pun bantuan pemerintah yang tidak pernah menyentuh hingga kawasan tersebut.
“Belum ada bantuan yang diterima, sisi lain, kebutuhan hidup makin tinggi. Mungkin anak-anak butuh makan pemasukan tidak ada, namun mau bagaimana lagi. Ini tetap tanggung jawab kita,” imbuh Nasir.
Oleh karena itu, Nasir berharap setidaknya ada sumbangsih dari para donatur hingga pemerintah dapat diberikan kepada warganya, termasuk yang juga berada di sekitar kawasan tersebut.
“Kita butuh makan juga, berharap ada bantuan yang diberikan oleh pemerintah,” kata dia.
Sementara itu terpisah, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Batam, Salim Naim, menyebutkan untuk pendataan warga terdampak Covid-19 berada di ranah dinas sosial.
“Kita belum data, yang mendata dari teman dinas sosial untuk bantuan yang diberikan,” kata Salim.