SuaraRiau.id - Sejumlah tokoh bermunculan dalam survei elektabilitas calon presiden atau Capres 2024. Meskipun banyak didominasi muka lama, namun kemunculan mereka menyita perhatian publik.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi salah satu tokoh yang digadang-gadangkan bakal maju di pemilihan presiden atau Pilpres 2024 mendatang.
AHY diproyeksikan bakal dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Namun, Demokrat murka lantaran AHY disebut tak pernah menduduki posisi penting, salah satunya menjabat sebagai menteri.
Direktur Indo Barometer M Qodari menyatakan bahwa proyeksi tersebut dinilai tidak akan terealisasi pada 2024. Menurutnya wacana proyeksi tersebut merupakan halusinasi, duet antara Ketum Golkar dan ketum Demokrat.
“Sebenarnya agak halu atau halusinasi kalau menyebut pasangan AHY dengan Airlangga itu mengulangi kejayaan SBY dan JK ya. Karena elektabilitas AHY itu jauh berbeda dengan SBY di tahun 2004 yang lalu,” ujar Qodari dilansir dari Hops.id--jaringan Suara.com, Rabu (9/6/2021).
Dijelaskan Qodari jika duet tersebut justru akan berat sebelah, hingga tidak akan mungkin terjadi, karena akan memberatkan partai Golkar. Hal tersebut bisa dilihat dalam raihan elektabilitas AHY, terlebih saat ini Partai Golkar tercatat memiliki banyak kursi.
“Jadi walaupun AHY ini anak SBY, tapi elektabilitanya beda jauh. Karena itu peluang menangnya juga berat. Kasihan Partai Golkar yang punya kursi begitu banyak kalau dipasangkan dengan calon yang popularitasnya tanggung, elektabilitasnya tanggung,” ungkapnya.
Untuk mengamankan posisi Golkar jelang pilpres 2024, Qodari justru menyarankan agara Golkar mencalonkan ketum Airlangga Hartarto dengan orang lain. Tentu dengan calon yang memiliki elektabilitas tinggi.
“Karena kursi yang begitu banyak akan menjadi sia-sia. Ya Partai Golkar lebih baik mengusung Airlangga Hartarto sendiri sebagai calon presiden atau kalau mau mengusul Airlangga sebagai calon wakil presiden harus dipasangkan dengan calon presiden yang popularitasnya sangat tinggi. Misalkan dengan Pak Jokowi, tentu dengan catatan Pak Jokowi 3 periode. Atau dengan Prabowo. Jadi bisa diterima akal sehat,” katanya
Tak cukup berhitung elektabilitas yang serba tanggung, Qodari juga mengaitkan posisi AHY sebagai Ketum Demokrat yang berlum memiliki pengalaman politik dan jabatan negara. Salah satunya yakni AHY disebut tak pernah menjadi menteri.
“Tapi kalau AHY dengan Airlangga ya kasihan Pak Airlangganya, kasihan Partai Golkarnya. Elektabilitasnya jauh, belum lagi kita bicara pengalaman. Pengalaman Pak Airlangga di pemerintahan ya jauh lebih banyak dibandingkan dengan AHY,” sebutnya.
“AHY belum pernah anggota DPR, belum pernah menteri, belum pernah kepala daerah, ya jabatan terakhirnya apa tuh, lupa saya. Sementara Pak Airlangga udah anggota dewan, sudah menteri, Menko lagi. Jadi kualitatifnya nggak ketemu, kuantitatifnya juga nggak ketemu,” lanjutnya.
Dia juga menyebut AHY dan SBY tidak bisa disamakan. Dia beranggapan problematika Demokrat saat ini adalah menyamakan kedua sosok itu.
Gempuran yang tujukan kepada AHY yang hingga kini diyakini menjadi calon kuat di pilpres 2024, Partai Demokrat tak tinggal diam atas pernyataan Qodari.
Melalui Deputi Balitbang DPP Demokrat, Syahrial Nasution menilai analisis Qodari yang tidak menunjukkan kualitasnya sebagai peneliti.
Bahkan analisis tersebut disebut sangat normatif karena tidak memiliki kualitas dari sosok seorang peneliti berkualifikasi baik.
“Analisis Qodari ini normatif, tapi tidak menunjukkan kualitas sebagai peneliti yang punya kualifikasi bagus. Apalagi hebat. Akhirnya, sudah normatif, ngawur pula,” kata Syahrial kepada wartawan.
“Ada interest pribadinya lebih kental daripada analisis sebagai pengamat atau peneliti,” imbuhnya.
Syahrial juga menyindir Qodari. Menurutnya, analisis Qodari soal AHY-Airlangga itu muncul karena Moeldoko gagal mengkudeta AHY.
“Yang paling logis, barangkali periuk nasinya sedang retak, karena gagal sebagai pendukung Moeldoko dan KLB Sibolangit,” sebutnya.