Produk Alat Pertanian Berlabel SNI, Ekonomi Rakyat Makin Menggeliat

Produk dodos dan egrek yang dipakai untuk memanen sawit kini berlabel SNI, kualitas mutu terjamin, ekonomi rakyat menggeliat.

Eko Faizin
Jum'at, 21 Mei 2021 | 21:12 WIB
Produk Alat Pertanian Berlabel SNI, Ekonomi Rakyat Makin Menggeliat
Salah satu warga Desa Teratak, Kecamatan Rumbio Jaya, Kabupaten Kampar, Riau yang menggeluti usaha pandai besi saat membuat produk alat pertanian yang Berstandar Nasional Indonesia.[Dok BSN Riau]

SuaraRiau.id - Kelompok masyarakat yang menggeluti Industri Kecil Menengah (IKM) pandai besi di Kabupaten Kampar, Riau mendapat angin segar.

Produk dodos dan egrek yang dipakai untuk memanen sawit kini ada label SNI, kualitas mutu terjamin, ekonomi rakyat menggeliat.

Sahliyar, seorang warga Desa Teratak, Kecamatan Rumbio Jaya, Kampar, tampak sumringah. Hasil jerih payah dan kerja kerasnya bersama ratusan warga dalam menggeluti usaha kerajinan pandai besi selama puluhan tahun ini akhirnya diakui kualitas dan mutunya oleh negara.

Karya tangan-tangan cekatan 250 warga sekampung ini adalah alat-alat pertanian, utamanya benda tajam yang digunakan untuk membantu pekerjaan para petani.

Masyarakat di kawasan sentra pandai besi ini punya satu misi yang sama, yaitu melahirkan produk pertanian yang berkualitas dalam wadah industri kecil menengah (IKM) dengan nama kelompok usaha Rumbio Jaya Steel. Nama kelompok ini sendiri diambil dari identitas daerah tempat mereka tinggal, yang juga dijadikan sebagai sentra produksi.

Sahliyar merupakan ketua dari kelompok tersebut. Dua tahun terakhir, pria 41 tahun ini didapuk memimpin sentra industri kecil menengah ini.

Meskipun di tengah pandemi Covid-19, semangat mereka tak lesu, walaupun dari sisi ekonomi juga turut terdampak.

Sejak diamanahkan sebagai ketua itu pula, dari tahun ke tahun, Sahliyar terus berupaya mendorong para anggotanya untuk menciptakan dua produk unggulannya yaitu dodos dan egrek agar memiliki mutu terbaik.

Sampel produk yang dikirim mereka itu telah diuji dan diteliti kualitasnya oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LsPro).

Alhasil, dua alat utama untuk memanen hasil kelapa sawit dari ladang-ladang para petani ini pun berhasil meraih sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan nomor SNI 8205:2016 untuk dodos dan SNI 4874:2019 untuk egrek. Hasil kerja keras pengerajin pandai besi ini dinobatkan sebagai produk unggulan daerah yang berasal dari Riau.

Namun jauh sebelum itu, sentra pandai besi yang dikelola warga tempatan ini rupanya sudah lama berdiri, tepatnya tahun 1960.

Mereka ini pun beregenerasi, ilmu dalam pembuatan alat-alat pertanian ini secara turun temurun diajarkan kepada anak hingga cucu. Yang tua mengayomi, dan yang muda tekun belajar serta meniru kepiawaian para tetuanya terdahulu.

Dalam proses pemasaran juga, hasil produksi dodos dan egrek mereka telah menembus pasar dalam dan luar negeri dengan dikelola oleh tim pemasaran yang bernaung dalam sebuah koperasi.

"Barang dari kita sudah dijual dan menyebar ke semua provinsi di Indonesia. Seperti ke Bengkulu, Jambi, Kalimantan, Sumatera Barat dan daerah-daerah lain terutama yang komoditas kelapa sawit dan karet. Kita juga pernah jual sampai ke Malaysia," kata Sahliyar, Kamis (20/5/2021).

Di berbagai daerah di tanah air, produk dodos dan egrek dari Rumbio Jaya Steel yang berasal dari Kampar ini memang diakui keunggulannya. Hampir setiap toko alat pertanian stok merek dagang IKM tersebut pasti ada, terutama yang berada di Riau sendiri.

Bukan hanya dari segi kualitas, namun juga ketahanannya mampu bertahan hingga skala tahunan. Apalagi saat ini, di tengah pandemi Covid-19 yang berdampak pada seluruh aktivitas masyarakat, mereka justru mampu membuktikan tekadnya.

Hingga berhasil mengantongi label SNI sebagai bukti kualitas dan mutu yang diakui sesuai standar di tanah air.

Siang itu, Kamis (20/5/2021), Sahliyar seperti biasa mengontrol aktivitas-aktivitas para anggota IKM pandai besi ini. Mereka yang bergelut membuat barang tajam siap pakai dari lempengan besi itu pun terkenal tahan panas.

Sebab, dalam pembuatan alat-alat pertanian itu, para warga yang menggeluti kerajinan ini akan berhadapan langsung dengan besi-besi panas dan bara api.

Besi-besi yang telah dipanaskan itu kemudian dipukul dengan baja yang dioperasikan mesin untuk memipihkan dan membentuk lempengan besi tadi.

Untuk membuat alat-alat ini, memang diperlukan kerja keras, ketelitian, kepiawaian dan pengalaman agar hasilnya maksimal dengan kualitas yang teruji.

"Dulu kita buatnya secara tradisional, tapi sekarang sudah pakai mesin dan alat-alatnya juga ada bantuan dari pemerintah," ujar Sahliyar.

Selain memproduksi dua produk unggulan dodos dan egrek, ratusan warga kampung pandai besi ini juga memproduksi alat pertanian lainnya seperti parang, pisau deres yang digunakan menoreh getah, tojok, kapak hingga beragam jenis pisau. "Kecuali cangkul dan sekop ya, kami tak produksi itu," tuturnya.

Mata pencaharian warga setempat
Di kawasan tersebut, tepatnya di sebuah dusun bernama Dusun III Pasubilah, Desa Teratak, Kecamatan Rumbio Jaya, Kabupaten Kampar ini, setiap empat orang pekerja pandai besi itu dikomandoi oleh satu kepala tukang. Jadi totalnya 5 orang yang siap bertungkus lumus di depan bara api.

Masing-masing memiliki tugas dan target dalam memenuhi kebutuhan pasar. Sahliyar menjelaskan, bahwa dalam sehari, dari jenis dodos, satu kepala tukang bersama anggotanya mampu membuat sebanyak 50 keping barang tersebut.

Jika total 250 orang pekerja, maka dalam sehari untuk jenis dodos saja, mereka mampu memproduksi 2.500 keping dodos. Belum lagi jenis produksi barang-barang alat pertanian lainnya.

"Setiap kepala tukang punya target 50 keping dodos. Satu kepala tukang itu punya 4 anggota," katanya.

Setiap anggota pengerajin pandai besi di Rumbio Jaya Steel juga punya pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Dalam sistem upah, pengerajin pandai besi ini tidak memakai sistem standar UMR, namun mereka sepakat memakai hitungan upah per hari, satu anggota bisa membawa pulang upah minimal Rp 150 ribu dalam sehari, tergantung kalangan usia.

"Kalau kami gaji karyawannya harian, dalam satu hari kerja gajinya Rp 150 ribu. Kalau kepala tukang itu lain lagi (lebih besar)," ungkap Sahliyar.

Dari hasil itu lah warga yang tinggal di kawasan pedesaan yang dikelilingi perkebunan sawit dan karet tersebut bergantung hidup. Hal itu lah yang dibawa pulang para pekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Untuk skala di desa, penghasilan bagi anggota pengerajin tersebut sudah terbilang mumpuni. Sebab, kebutuhan dasar dan pengeluaran masyarakat setempat berbeda dengan masyarakat di perkotaan. Apalagi saat ini, masyarakat juga terimbas dengan dampak Covid-19 secara ekonomi. Namun bagi mereka, hal itu tidak membawa pengaruh yang terlalu besar.

"Dari segi penghasilan. Alhamdulillah, kami kan memang mata pencariannya ini, khususnya desa Teratak memang dari dulu ini lah kerja kami," tuturnya.

Sahliyar bercerita, bahwa selama berdirinya sentra pandai besi ini, perhatian yang dituju dari pihak pemerintah kepada mereka sangat dirasakan manfaatnya. Fasilitas dari segi fisik maupun nonfisik berupa pemberdayaan dilakukan dengan baik.

"Kami diberi pelatihan. Kalau kami untuk pelatihan cukup sering. Sekitar 4 tahun lalu pernah kami dibawa ke Bandung untuk pelatihan, di Pekanbaru juga sering. Cuma karena Covid-19 sekarang ini makanya agak jarang," akunya.

Sahliyar ingat betul, pemerintah provinsi Riau juga menyediakan tempat-tempat yang dijadikan sentra beserta mes-mes bagi para pekerja pandai besi tersebut, sehingga ekonomi masyarakat di wilayah ini bisa tumbuh dan terjamin.

Di sentra dan mes-mes itu lah mereka dikumpulkan di satu tempat untuk melakukan aktivitas produksi. Alat-alat mesin sebagai penunjang kerja juga difasilitasi oleh pemerintah.

Apalagi belakangan ini juga, Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui kantor layanan teknis Riau sendiri turut andil dalam memberikan bimbingan dan arahan langsung untuk mencapai target SNI yang didambakan mereka sejak lama.

"Kami dibimbing dan dibina terus, sampai kami bisa sukses seperti ini. Proses SNI ini sebenarnya dari dulu kami inginkan, tapi baru kesampaian," katanya.

Di samping itu, Sahliyar menjelaskan bahwa Gubernur Riau Syamsuar dan Kepala Dinas Perindagkop UMKM Riau Asrizal telah mengupayakan IKM Rumbio Jaya Steel yang jadi tempat warga mencari nafkah ini mendapatkan tender di perusahaan BUMN PTPN 5 yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Mereka diminta menyediakan pasokan alat-alat panen; dodos dan egrek tadi.

"Dukungan Pemerintah dan BSN Riau sejauh ini sangat luar biasa lah. Alhamdulillah dukungan cukup kuat untuk kami, juga untuk dapat SNI ini," ujarnya.

Sahliyar sendiri optimis, sentra IKM pandai besi yang dikelola masyarakat ini dapat lebih maju dan berkembang untuk ke depannya. Sebab semakin hari, kebutuhan pasar semakin meningkat, produksi yang dicapai juga seimbang.

"Jadi dengan adanya label SNI, keuntungan yang didapat otomatis kan semua konsumen percaya dengan mutu dan kualitas barang yang dibuat, otomatis kami bisa lebih maju," kata Sahliyar.

Meski demikian, mereka pun tetap mengharapkan bimbingan dari pemerintah untuk dapat lebih maju dan berkembang, serta meningkatkan daya kemampuan ke depannya.

"Usaha pandai besi kami ini memang sudah lama, sudah banyak generasinya, saya sudah 2 tahun jadi ketua. Ini keahlian turun temurun, keahlian ini memang beregenasi, bahkan dulu tahun 1980-an, waktu ketuanya Pak Daud, Rumbio Jaya Steel pernah dapat penghargaan dari Presiden Suharto," kenangnya.

BSN Riau dorong penerapan SNI
Dalam proses mendapatkan sertifikat dan label SNI, para pengerajin pandai besi juga berjuang mempersembahkan hasil yang terbaik. Sampel terbaik mereka itu dilakukan uji oleh LsPro dan memakan waktu yang tidak sebentar.

Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) kantor layanan teknis Riau, Juanda melalui stafnya, Erlan menjelaskan bahwa dalam proses meraih sertifikat SNI ini, pengerajin dari IKM Pandai Besi Rumbio Jaya Steel ini cukup gigih. Banyak proses yang dilalui, hingga pada akhirnya kualitas dan mutu barang dari mereka teruji di tengah masa pandemi covid-19 ini.

"Proses Rumbio Jaya Steel dapat SNI itu 5 sampai 6 bulan, karena mereka memang dari awal banget ya kita bina, banyak persiapan yang dilakukan. Dan kita juga banyak mengadakan bimtek-bimtek ke mereka terkait SNI ini," kata Erlan.

Proses yang cukup lama dilalui kelompok pandai besi tersebut lantaran ada proses penunjukan LsPro. Karena pada saat itu, belum ada LsPro yang bisa mensertifikasi dodos dan egrek.

"Juga pas di saat pengujian produknya, karena harus antri di lab pengujiannya. Karena lab uji bukan hanya 1 produk saja yang diuji, tapi juga terima banyak produk dari daerah lainnya," ungkapnya.

Erlan menjelaskan, dari segi manfaat, sertifikat SNI bagi pelaku usaha yaitu mendorong terciptanya suatu produk dengan standar tertentu, yang hanya bisa dihasilkan jika proses produksinya memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Untuk mencapai itu, produsen atau pelaku usaha akan berusaha untuk mencari proses yang efisien dan efektif, mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, sampai dengan pengemasan dan distribusi produknya.

Dengan kata lain, kata Erlan, produsen akan terus melakukan inovasi-inovasi, sehingga produk yang dihasilkannya memiliki daya saing di pasar global.

Selain itu, label SNI ini juga menjadi nilai jual yang baik jika sudah diterapkan, sehingga dapat membuat pelaku usaha lebih pede dengan produk yang dihasilkannya tersebut.

"Kalau manfaat bagi konsumen tentunya adanya SNI akan membantu konsumen untuk memilih produk yang berkualitas. Adanya SNI akan membantu konsumen terbebas dari produk yang berbahaya bagi keselamatan hidup, kesehatan, ataupun lingkungan. SNI juga membuat konsumen dapat menikmati barang yang sesuai antara harga dan kualitasnya," ujar Erlan.

Dalam hal pendampingan, BSN berkomitmen akan mendampingi dari awal sampai akhirnya nanti mendapatkan sertifikat SNI.

Dari segi pendampingan itu, misal di awal lokasi produksinya belum sesuai, maka BSN akan memberikan rekomendasi kepada pelaku usaha apa-apa saja yang harus diperbaiki.

Kemudian jika nanti saat setelah audit oleh LsPro dan pelaku usaha ada mendapatkan temuan, maka BSN juga akan membantu perbaikannya.

"BSN akan memberikan rekomendasi kembali bagaimana temuan tersebut bisa diselesaikan," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindagkop UMKM Riau, Asrizal menyampaikan bahwa dengan berhasilnya dodos dan egrek di Provinsi Riau memperoleh sertifikat SNI menunjukkan bahwa IKM di Riau dapat bersaing secara nasional maupun internasional.

Ini juga menjadi produk unggulan daerah, sebab Riau sendiri merupakan daerah dengan komoditas sawit terbesar di Indonesia.

Ia juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada BSN Riau atas program fasilitasi kepada IKM di Provinsi Riau tersebut.

"Diharapkan ini menjadi role model penerapan SNI di industri kecil menengah ke depannya," tuturnya.

Kontributor : Panji Ahmad Syuhada

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak