Kokohnya Mimbar Berusia 300 Tahun, Saksi Bisu Syiar Islam di Siak

Budayawan Siak, Said Muzani mengatakan, sejak dahulu mimbar itulah yang menjadi tempat para khatib menyampaikan syiar Islam di Siak.

Eko Faizin
Kamis, 06 Mei 2021 | 05:40 WIB
Kokohnya Mimbar Berusia 300 Tahun, Saksi Bisu Syiar Islam di Siak
Mimbar yang berusia ratusan tahun yang berada di Masjid Raya Syahabuddin Siak. [Suara.com/Alfat Handri]

SuaraRiau.id - Sebuah mimbar berusia 300-an tahun berada di dalam Masjid Raya Syahabuddin Kabupaten Siak, Riau.

Usia itu didapati dari sebuah tulisan yang ada di bagian dekat kubah mimbar tersebut. Di situ bertuliskan 1178 masehi dalam bahasa Arab.

Budayawan Siak, Said Muzani mengatakan, sejak dahulu mimbar itulah yang menjadi tempat para khatib menyampaikan syiar Islam di Siak.

"Sejak berdirinya masjid Syahabudin ini, inilah mimbarnya dan tak pernah berganti," kata Said Muzani kepada SuaraRiau.id belum lama ini.

Sampai hari ini, kata Muzani, mimbar itu tidak pernah rusak bahkan tidak ada satu kayupun diganti.

"Hanya cat nya saja yang diperbarui itupun dengan warna yang sama persis, mimbar ini tidak pernah rusak, semua bentuk ya sama sejak dahulu hingga sekarang," jelasnya.

Sebagai tempat ibadah, Masjid Raya Syahabuddin ini menjadi sentralnya dalam menjalankan ibadah bagi umat muslim masa kerajaan Siak saat itu.

Sudah banyak para petinggi kerajaan dan orang penting dari luar Kerajaan Siak melaksanakan salat di Masjid Syahabuddin.

"Dulu Sultan Sultan dari luar Kerajaan Siak jika berkunjung ke Siak juga beribadah di masjid ini," cerita Muzani.

Muzani mengenang, dahulu dalam melaksanakan salat Jumat terdapat dua bilal untuk melaksanakan azan. Satu dibagikan depan dan satu dibagikan samping ke arah Sungai Siak.

Untuk pelaksanaan salat, Masjid Syahabuddin ini juga memiliki imam khusus yang dipilih secara selektif pada masa kerajaan Siak dahulu.

"Dipilih oleh para Mufti kerajaan atau para ulama kerajaan. Bacaan surat nya diuji. Tapi pada masa itu cuma bacaan Alfatihah-nya saja yang dites," jelas Muzani.

Ditambahkan Muzani, Imam tetap di Masjid Syahabuddin itu Tuan Faqih Abdullah dari Solok, Sumatera Barat. Hanya dia saat itu yang lulus tes dari Mufti kerajaan.

"Sultan Siak dalam memajukan kerajaan Siak selalu membuka diri kepada siapapun. Orang-orang pintar dari luar dibawak sultan ke Siak untuk memajukan kerajaan Siak," beber Muzani.

Bahkan, untuk mencukur rambut Sultan Syarif Kasim II saja, sudah ada orangnya yang khusus.

"Untuk tukang pangkas rambut Sultan itu juga dari Sumatera Barat," ungkapnya.

Sementara itu, dari Sumatera Utara ada Abdullah Mukhtar Harahap sebagai penasehat yang juga ulama di Kerajaan Siak.

"Sementara khatibnya yakni Imam Hamzah tinggal di Mempura. Setiap hari Ia menggunakan sampan untuk menjadi khatib di masjid ini, dan Imamnya Faqih Abdullah," kata Said Muzani.

Dikisahkan Muzani tentang sosok Sultan Syarif Kasim II, beliau merupakan sosok pemimpin yang waro', artinya memang sangat alim.

"Apa yang diucapkan sultan biasanya terjadi dengan nyata. Dahulu, jika sultan Siak ke Bagansiapiapi,orang-orang Cina di Bagan itu meminta kaki sultan dicelupkan ke air sungai itu. Sehingga dalam waktu beberapa saat ikan itu bermunculan ke permukaan," beber Muzani.

Kendati demikian, kata Muzani lebih jauh, hal itu bukan karena kaki sultan yang masuk ke air yang menyebabkan ikan itu bermunculan namun lebih kepada doa dari Sultan Syarif Kasim II.

"Jadi bukan karena kakinya, tapi kekuatan doa dari Sultan waktu itu. Karena sultan benar-benar orang yang taat beragama," kata dia.

Kontributor : Alfat Handri

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini