SuaraRiau.id - Aksi kekerasan kembali terjadi menimpa seorang jurnalis. Seorang jurnalis, Nurhadi menerima penganiayaan saat melakukan tugas jurnalistiknya.
Nurhadi, mendapat penganiayaan saat dia melakukan reportase terkait Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji dalam kasus suap pajak yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kekerasan terhadap jurnalis Tempo tersebut terjadi di Surabaya, Sabtu (27/3/2021) yang diduga dilakukan oleh aparat.
Atas kejadian tersebut, Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis yang terdiri dari Aliansi Jurnalis independen (AJI) Surabaya, Kontras, LBH Lentera, LBH Pers, dan LBH Surabaya melakukan pendampingan terhadap korban dan sepakat menempuh langkah hukum terhadap peristiwa ini dan mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini serta memastikan para pelakunya mendapatkan hukuman sesuai peraturan hukum yang berlaku.
Eben Haezer, Ketua AJI Surabaya menyatakan bahwa apa yang dilakukan para pelaku adalah termasuk kegiatan menghalang-halangi kegiatan jurnalistik dan melanggar UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Selain itu, juga melanggar UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 tahun 2005 tentang tentang pengesahan konvensi hak sipil dan politik dan Perkap No 8 Tahun 2009 tentang pengimplementasi Hak Asasi Manusia.
“Kami mengecam aksi kekerasan ini dan mendesak aparat penegak hukum untuk profesional menangani kasus ini, apalagi mengingat bahwa sebagian pelakunya adalah aparat penegak hukum,” tegas Eben.
Dia juga mengingatkan kepada masyarakat serta aparat penegak hukum bahwa kerja-kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-undang Pers.
Rachmat Faisal, koordinator Kontras Surabaya mengatakan bahwa terulanganya kasus keerasan terhadap jurnalis ini menunjukkan lemahnya aparat kepolisian dalam memberikan perlindungan terhadap jurnalis yang melakukan kerja-kerja jurnalistik.
“Polisi juga gagal mengimplementasikan Perkap Nomor 8 tahun 2009 mengenai implementasi HAM dalam tugas-tugasnya,” ujar Faisal.
Kronologis penganiayaan
Kejadian itu berawal sekitar pukul 18.25 WIB, Nurhadi kala itu tiba di Gedung Samudra Bumimoro yang terletak di Jalan Moro Krembangan, Morokrembangan, Kec. Krembangan, Surabaya.
Korban mendatangi gedung tersebut untuk melakukan investigasi terkait kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji yang sedang ditangani KPK.
Di lokasi, memang sedang berlangsung resepsi pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dan anak Kombes Pol Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.
Sekitar Pukul 18.40 WIB, korban memasuki Gedung Samudra Bumimoro untuk melakukan investigasi dan memotret Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Aji yang sedang berada di atas pelaminan dengan besannya.
Kemudian, sekitar pukul 19.57 WIB, Nurhadi yang masih berada di dalam gedung kemudian didatangi oleh seorang panitia pernikahan serta difoto.
Lalu pada pukul 20.00 WIB, Nurhadi yang akan keluar dari gedung kemudian dihentikan oleh beberapa orang panitia dan ditanya identitas dan undangan mengikuti acara.
Sekitar pukul 20.10 WIB, keluarga mempelai didatangkan untuk mengonfirmasi apakah mengenal korban. Setelah keluarga mempelai mengatakan tidak mengangenali korban, lantas korban dibawa ke belakang gedung, dengan cara didorong oleh sesorang ajudan Angin Prayitno Aji.
Selama proses tersebut korban mengalami perampasan HP (dipegang keluarga mempelai perempuan) kekerasan verbal, fisik dan ancaman pembunuhan.
Sekitar pukul 20.30: Korban dibawa keluar oleh seseorang yang diduga oknum anggota TNI yang menjaga gedung dan korban kemudian dimasukkan ke dalam mobil patroli dan di bawa ke pos TNI. Di sana tak lama kemudian korban dimintai keterangan mengenai identitas.
Pada pukul 20.45 WIB, setelah dimintai keterangan mengenai identitas, korban kemudian dibawa ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak.
Setelah itu, pada pukul 20.55 WIB, sebelum sampai ke Polres, korban dibawa kembali lagi ke Gedung Samudra Bumimoro.
Sesampainya di Gedung Samudra Bumi Moro korban kembali diinterogasi oleh beberapa orang yang mengaku sebagai polisi dan beberapa orang lain yang diduga sebagai oknum anggota TNI, serta ajudan Angin Prayitno Aji.
Sepanjang proses introgasi tersebut, korban kembali mengalami tindakan kekerasan (pemukulan, tendang, tampar) hingga ancaman pembunuhan. Korban juga dipaksa untuk menerima uang Rp 600 ribu sebagai kompensasi perampasan dan pengrusakan alat liputan milik korban.
Oleh korban uang ini ditolak namun pelaku bersikeras memaksa korban menerima, bahkan memotret saat korban menerima uang tersebut. Belakangan, oleh Nurhadi, uang tersebut disembunyikan oleh korban di salah satu bagian mobil.
Sekitar pukul 22.25 WIB, usai melakukan proses interogasi penuh kekerasan tersebut, korban kemudian dibawa ke Hotel Arcadia yang terletak di Jalan Rajawali No. 9-11, Krembangan Selatan, Kecamatan Krembangan, Surabaya.
Di hotel tersebut korban kembali di interogasi oleh dua orang yang mengaku sebagai anggota kepolisian Polrestabes dan anak asuh Kombes Pol Achmad Yani yang bernama Purwanto dan Firman.
Lalu pada pukul 01.10 WIB, Nurhadi keluar dari Acardia dan diantarkan pulang hingga ke rumah sekitar pukul 02.00 WIB.