3.229 Anak di Siak Alami Kondisi Stunting, Terbanyak dari Kandis

Dipersentasikan sekitar 9,74 persen balita di Siak gagal tumbuh dan kembang dari total seluruh balita yang ada.

Eko Faizin
Jum'at, 19 Maret 2021 | 14:12 WIB
3.229 Anak di Siak Alami Kondisi Stunting, Terbanyak dari Kandis
Ilustrasi tinggi badan anak, tubuh pendek atau stunting. ( Shutterstock)

SuaraRiau.id - Sebanyak 3.229 balita di Kabupaten Siak berstatus sangat pendek dan pendek atau mengalami stunting.

Stunting merupakan kondisi ketika anak lebih pendek dibandingkan anak-anak lain seusianya, atau dengan kata lain, tinggi badan anak berada di bawah standar.

Standar yang dipakai sebagai acuan adalah kurva pertumbuhan yang dibuat oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Dipersentasikan sekitar 9,74 persen balita di Siak gagal tumbuh dan kembang dari total seluruh balita yang ada.

Hal tersebut disampaikan Kepala Bappeda Siak Wan Yunus dalam sosialisasi stunting. Ia menjelaskan di Siak, angka tersebut didominasi dari Kecamatan Kandis.

"Angka 3,229 balita sangat pendek dan pendek itu, menyebar di hampir seluruh kecamatan, tiga tertinggi berada di Kecamatan Kandis 721 balita, disusul Kecamatan Siak 318 dan Kecamatan Koto Gasib 316 balita,” jelas Wan Yunus.

Saat ini, Pemerintah Kabupaten Siak berupaya memastikan program percepatan penurunan stunting menjadi prioritas di tengah upaya penanganan pandemi Covid-19.

"Sosialisasi ini untuk percepatan penurunan dan pencegahan kasus stunting, sekaligus penetapan lokasi fokus intervensi penurunan stunting terintegrasi," jelas Wan Yunus.

Lebih jauh disampaikan Wan Yunus, standar target WHO prevelensi stunting kurang dari 20 persen, sementara untuk nasional menargetkan turun 3 persen setiap tahunnya.

“Target nasional pada 2024 sekitar 19 persen. Prevelensi Provinsi Riau pada 2018 sebesar 27,4 persen, sementara untuk Kabupaten Siak sendiri pada 2019 prevalensi stunting. sebesar 27,79 persen,” jelasnya.

Stunting ini, lanjut Wan Yunus, merupakan tanggung jawab bersama dalam rangka penurunannya.

“Saya berharap peserta rapat dapat menyepakati komitmen intervensi terintegrasi penurunan stunting di Kabupaten Siak,” ucapnya di ruang rapat Kantor Bappeda.

Lebih lanjut dia juga menjelaskan bagaimana upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi, intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif, sekaligus mengatasi penyebab tidak langsung.

Intervensi gizi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya anak stunting, seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular dan kesehatan lingkungan. Intervensi ini umumnya diberikan oleh sektor kesehatan.

Menurutnya intervensi gizi sensitif mencakup peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi, peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak, serta peningkatan akses pangan bergizi.

“Indikator yang digunakan dalam menetapkan lokus intervensi stunting, antara lain, tinggi prevalensi/persentase angka stunting di kelurahan/kampung, banyaknya jumlah balita stunting di kelurahan/kampung, cakupan layanan yang sangat rendah, dan pendanaan program penurunan stunting yang bersumber dari APBN termasuk DAK, baik fisik maupun nonfisik, APBD Kabupaten Siak, dan APBkam termasuk dana desa,” urainya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini