Koalisi Bersihkan Riau Minta Jokowi Cabut Kebijakan soal Limbah Batubara

Kebijakan demi kebijakan ini hanya bertujuan agar industri energi kotor batubara dapat terus mengeruk untung berganda.

Eko Faizin
Selasa, 16 Maret 2021 | 19:14 WIB
Koalisi Bersihkan Riau Minta Jokowi Cabut Kebijakan soal Limbah Batubara
Ilustrasi pertambangan batubara. [Shutterstock]

SuaraRiau.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghapus limbah batubara hasil pembakaran Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari kategori Limbah Bahan Berbahaya Beracun (LB3).

Hal ini tertuang dalam peraturan turunan UU Cipta Kerja yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Ihwal kebijakan tersebut, Koalisi Bersihkan Riau yang tergabung oleh aktivis lingkungan dan lembaga bantuan hukum khawatir ini menjadi dampak serius bagi alam, terutama terkait ekosistem Sungai Siak di Riau.

Ketua LBH Pekanbaru, Andi Wijaya menilai, keputusan yang berpihak pada industri energi kotor batubara ini adalah kabar buruk bagi lingkungan hidup, kesehatan masyarakat, dan masa depan transisi energi bersih terbarukan nasional.

“Regulasi ini mengabaikan hak kesehatan dan lingkungan hidup yang sehat, serta jauh semangat ke energi bersih terbarukan," kata Andi.

Menurutnya upaya masif persoalan batubara ini dimulai dari revisi UU Minerba, UU Omnibus Law Cipta Kerja, proyek hilirisasi batubara yang berusaha membajak RUU EBT, dan sekarang dengan menghapus limbah FABA dari jenis limbah B3.

Kebijakan demi kebijakan ini hanya bertujuan agar industri energi kotor batubara dapat terus mengeruk untung berganda.

Dihapusnya FABA dari daftar limbah B3 adalah keputusan bermasalah dan berbahaya. Batubara mengandung berbagai jenis unsur racun termasuk logam berat dan radioaktif.

Ketika batubara dibakar di pembangkit listrik, maka unsur beracun ini terkonsentrasi pada hasil pembakarannya yakni abu terbang dan abu padat (FABA).

"Ketika FABA berstatus sebagai limbah B3 pun, banyak studi kasus yang menunjukkan perizinan belum berhasil memastikan perlindungan atas risiko. Para penghasil abu maupun pihak ketiga yang mengelola abu belum betul-betul mengelola risiko dan memenuhi persyaratan teknis yang layak sebagaimana diatur dalam regulasi," jelasnya.

REKOMENDASI

BERITA TERKAIT

News

Terkini