SuaraRiau.id - Seto Mulyadi atau Kak Seto menjelaskan setiap pihak terkait harus lebih mengutamakan kemampuan afektif anak yang terinfeksi Covid-19, dari pada memaksakan peningkatan kognitif anak.
"Apalagi anak itu yatim piatu, maka peningkatan afektif harus diutamakan dulu," terang Kak Seto dikutip dari Antara, Rabu (20/1/2021).
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) tersebut berharap tidak ada pihak yang memaksakan atau membebani anak lebih kepada aspek kognitif ketimbang aspek afektif.
Kata dia, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim telah memberikan arahan agar tidak ada penekanan pada penuntasan kurikulum di masa pandemi.
Baca Juga:Kisah Pilu Aisyah, Bocah 10 Tahun Jadi Yatim Piatu Usai Ibu Wafat Covid-19
"Jadi kalau untuk sementara waktu dia tidak bisa fokus karena ditinggal orangtuanya, maka itu dulu yang dituntaskan," ujar dia.
Tujuannya, agar anak tersebut bisa lebih tenang dan bahagia dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari.
Kemudian, akan lebih baik lagi jika anak yatim piatu yang terinfeksi Covid-19 mendapatkan pendamping sebagai ganti orangtuanya.
Sementara itu, Aisyah, salah satu pasien Covid-19 di Rumah Lawan Covid Serpong, mengatakan mulai bosan dengan pembelajaran daring.
"Bosan karena tidak ada teman. Kalau di sekolah banyak teman," kata anak berusia 10 tahun tersebut.
Baca Juga:Gaya Antigravitasi, Kak Seto Ungkap Trik Menata Rambut Seperti Miliknya
Aisyah, merupakan salah satu pasien Covid-19 di Rumah Lawan Covid Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Kedua orangtuanya meninggal dunia akibat virus Corona.
Selain itu, tugas yang diberikan oleh guru juga lebih banyak dan sulit. Jika terkendala, biasanya ia meminta bantuan kepada orang sekitar atau menggunakan media internet.
Meskipun demikian, ia mengaku tetap semangat dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Biasanya, Aisyah mulai belajar pukul 08.00 WIB hingga 09.00 WIB ditemani warga Rumah Lawan Covid Serpong. (Antara)