Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Rabu, 27 Juli 2022 | 18:17 WIB
Ilustrasi warga miskin.

SuaraRiau.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tahun 2021 jumlah kemiskinan di Kabupaten Siak mencapai 24.174 orang atau jika dipresentasikan sebesar 5,18 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Siak yakni 466.683 jiwa.

Angka kemiskinan tersebut mengalami kenaikan dibanding dengan tahun 2020 yang hanya 5,09 persen.

Kepala BPS Siak, Ari Setiadi Gunawan menyebut pandemi Covid-19 sebagai salah satu pemicu bertambahnya kemiskinan di daerah berjuluk Negeri Istana tersebut.

"Penyebab terbesarnya ya karena pandemi Covid-19 yang terjadi selama dua tahun terakhir," klaim Ari.

Dicontohkan Ari, banyak pedagang yang mengalami penurunan hasil penjualannya bahkan sampai menutup jualannya tersebut karena pandemi Covid-19 dan lockdown.

"Jadi pada saat itu macam pemilik warung merugi ada yang malah tutup total, terus banyak yang tak bisa keluar kota untuk bekerja, jadi itu menjadi salah satu pemicu," sebutnya.

Ari mengungkapkan bahwa pihaknya dalam melakukan pendataan kemiskinan melihat dua indikator.

"Ada dua Indikator yang kami pakai untuk menentukan kemiskinan pada diri seseorang yakni dari makanan dan dari nonmakanan," ungkap Ari Setiadi Gunawan.

Dijelaskan Ari Setiadi, dari makanan pihaknya melihat dari jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh seseorang. Sementara itu, dari nonmakanan ada 14 variable yang menentukan seperti pada rumah seseorang.

"Kalau dari komponen makanan harus ada 2.100 kalori perhari yang masuk ke dalam tubuh,..kalau orang bisa makan di atas 2.100 bearti orang tersebut sudah tidak miskin. Kalau yang non makanan kita lihat dari rumahnya, kendaraan miliknya dan sebagainya," kata Ari Setiadi.

Ditambahkan Ari, kemiskinan dari non makanan seperti kepemilikan kendaraan bermotor dianggap sudah memiliki kemampuan ekonomi meskipun membelinya dengan cara kredit.

"Kalau seseorang sudah mampu beli motor maka mengarah tidak miskin. Sebab beli motor itu butuh modal meskipun kredit," ungkap dia.

Dari dua indikator tersebut, kata Ari lebih lanjut, maka didapati seseorang yang hidupnya di bawah garis kemiskinan.

"Kalau dirupiahkan satu orang dalam satu bulan minimal pendapatan Rp550.000 itu bisa dikatakan tidak miskin satu orang, jadi kalau ada satu keluarga ada lima orang tinggal kita kalikan saja pendapatan tadi itu untuk lima orang," sebutnya.

BPS Siak sendiri, lebih jauh dikatakan Ari, menggunakan satu instrumen dengan menggunakan Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).

Dari survei tersebut, BPS menghimpun dengan para surveyor untuk mendata secara langsung di lapangan.

"Jadi setiap tahunnya BPS Siak melakukan Susenas untuk melihat angka kemiskinan," tuturnya.

Kontributor : Alfat Handri

Load More