Ayah Bocah SD Meninggal Diduga Dibully Minta Keadilan: Pak Prabowo Tolong Kami

Gimson mengungkapkan bahwa keluarga sangat berharap keadilan.

Eko Faizin
Minggu, 08 Juni 2025 | 09:00 WIB
Ayah Bocah SD Meninggal Diduga Dibully Minta Keadilan: Pak Prabowo Tolong Kami
Kasus kematian bocah SD Indragiri Hulu (Inhu) diduga akibat mendapat perlakuan perundungan (bullying). [Ist]

SuaraRiau.id - Kasus kematian bocah SD di Indragiri Hulu (Inhu) diduga akibat mendapat perlakuan perundungan (bullying) masih mendapat sorotan tajam.

Gimson Butarbutar, ayah korban KB (8) meminta kasus tersebut segera ditindaklanjuti dan para pelaku diadili secara hukum.

"Kami menuntut kasus ini ditindaklanjuti. Para pelaku secepatnya diadili, termasuk pihak sekolah dan wali kelas," katanya dikutip dari Antara, Sabtu (7/6/2025).

Gimson mengungkapkan bahwa keluarga sangat berharap keadilan tetap ditegakkan meskipun para terduga pelaku masih berstatus anak di bawah umur.

Baca Juga:Polisi Ungkap Penyebab Kematian Bocah SD Diduga Korban Bullying di Indragiri Hulu

"Kami minta Pak Prabowo menolong kami. Anak kami sudah ditindas. Beri kami hukum yang adil meskipun terduga pelaku merupakan anak di bawah umur," pintanya.

Gimson menuturkan jika tragedi memilukan yang menimpa keluarganya juga berdampak pada kondisi psikologis istri dan anaknya yang lain.

"Ibu korban juga mulai sakit-sakitan karena masalah ini. Adiknya juga tak punya teman lagi di rumah," curhatnya.

Diceritakan Gimson, sebelum anaknya meninggal dunia kesehatan korban yang terus memburuk pasca-peristiwa dugaan perundungan.

Ketika itu anaknya pulang lebih cepat dari sekolah dengan alasan ada rapat, namun sang ibu mendapati korban demam dan mengeluhkan sakit di bagian bawah pusar.

Baca Juga:Bocah Tewas Diduga Dibully Diwarnai Isu SARA, Tokoh di Inhu: Jangan Terprovokasi

"Sebelumnya dia sehat, tidak ada sakit apa-apa. Tapi waktu ditanya, dia baru mengaku sakit di bawah pusarnya. Saat itu dia belum cerita kalau sudah dikeroyok," jelasnya.

Perubahan perilaku korban kembali terlihat keesokan harinya. Korban enggan bermain bersama adiknya, tidak mau bermain sepeda, dan tampak lemas.

Menurut Gimson, dugaan perundungan baru terungkap setelah teman korban bercerita bahwa korban dipukul oleh kakak kelas di belakang sekolah.

Korban ditendang di bagian perut hingga terjatuh, kemudian tubuhnya ditimpa oleh terduga pelaku lain.

"Setelah kami tanya lagi, barulah anak kami mengaku bahwa dia dipukul kakak kelas yang kelas lima dan enam," katanya.

Peristiwa tersebut bermula dari saling ejek terkait suku dan agama.

Laporan sempat disampaikan ke pihak sekolah, namun penanganan awal dinilai kurang maksimal.

"Sekolah hanya menasihati pelaku tanpa memanggil orangtua mereka. Kami akhirnya mendatangi langsung rumah orangtua pelaku," ungkap Gimson.

Di sana, orangtua pelaku justru menyarankan agar korban dibawa ke tukang urut. Kedua pihak sempat saling meminta maaf, namun kondisi korban terus memburuk, bahkan bolak-balik ke kamar mandi.

"Ketika kami duduk bersama lagi, mereka tetap menyarankan tukang urut, bukan berobat ke dokter," tambahnya.

Setelah hampir seminggu, korban akhirnya dibawa ke klinik. Di sana korban muntah cairan bercampur darah dan mengalami kejang-kejang. Malam harinya korban dirujuk ke rumah sakit di Inhu, namun kembali muntah darah.

Dalam kondisi kritis, korban sempat direncanakan dirujuk ke rumah sakit di Pekanbaru. Namun, saat masih dalam perawatan di Inhu, korban dinyatakan meninggal dunia.

Sebelumnya, hasil autopsi di RSUD Indrasari Rengat pada 26 Mei 2025 mengungkapkan bahwa penyebab kematian korban adalah infeksi rongga perut akibat pecahnya usus buntu. Pemeriksaan medis juga menemukan sejumlah memar pada tubuh korban akibat kekerasan benda tumpul.

Polisi hingga kini masih mendalami dugaan keterkaitan antara aksi perundungan dengan kondisi medis korban. Sebanyak 22 saksi telah diperiksa, termasuk lima terduga pelaku yang masih berstatus anak di bawah umur.

Penyebab kematian terungkap

Misteri penyebab meninggalnya bocah SD di Indragiri Hulu yang diduga menjadi korban bullying (perundungan) dan kekerasan fisik akhirnya terungkap.

Berdasarkan hasil autopsi terhadap jenazah KB (8) di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Riau menyatakan korban mengalami infeksi akut pecah usus buntu.

Dirkrimum Polda Riau Kombes Asep Darmawan mengungkapkan jika hasil pemeriksaan luar dan dalam ditemukan sejumlah luka dan kelainan pada tubuh korban.

"Luka-luka tersebut diduga diakibatkan oleh benturan benda tumpul. Namun, penyebab utama kematian disimpulkan berasal dari infeksi sistemik akut akibat pecahnya usus buntu (appendiks)," terang Asep kepada wartawan, Rabu (4/6/2025).

Luka-luka tersebut termasuk memar pada daerah perut dan paha, serta resapan darah pada jaringan lemak perut sebelah kiri.

Diketahui, autopsi dilakukan Tim Forensik Polda Riau yang dipimpin oleh AKBP Supriyanto, bersama dr Muhammad Tagar Indrayana.

Sementara Tim Forensik Polda Riau AKBP Supriyanto menyampaikan tim medis menemukan adanya kebocoran pada appendiks yang menyebabkan peradangan luas di rongga perut (infeksi peritonitis), yang akhirnya memicu kegagalan sistemik dan mengakibatkan kematian.

"Penyebab kematian adalah infeksi sistemik berat akibat pecahnya usus buntu yang menyebabkan infeksi meluas di rongga perut," sebut Supriyanto.

Tim penyidik pun masih mendalami apakah luka-luka luar yang ditemukan memiliki kaitan dengan dugaan kekerasan atau insiden lain yang turut memperparah kondisi korban.

"Memang ada beberapa memar kami temukan. Namun, sejauh ini belum ditemukan penyebab pecahnya usus buntu akibat memar," tegas dia.

Sebelumnya diberitakan seorang anak laki-laki berusia 8 meninggal dunia di Desa Buluh Rampai, Kecamatan Seberida Indragiri Hulu diduga karena dibully teman-teman sekolahnya.

Korban tewas pada Senin 26 Mei 2025 sekitar pukul 02.00 WIB setelah diduga menjadi korban kekerasan fisik dan perundungan oleh sejumlah teman sekolahnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini