SuaraRiau.id - Asosiasi petani sawit Sawitku Masa Depanku (SAMADE) Riau mengadakan pertemuan dengan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Riau, Arif Eka Saputra di Pekanbaru, Jumat (30/5/2025).
Ketua SAMADE Riau, Rudi Khairul menuturkan jika dalam pertemuan itu pihaknya berdiskusi dengan sang senator terkait permasalahan yang dihadapi petani sawit.
"Kami menyampaikan unek-uneknya soal (permasalahan) petani sawit yang mungkin bisa disampaikan ke pemerintah pusat," ujar Rudi saat ditemui usai acara, Jumat (30/5/2025).
![SAMADE Riau bertemu dengan anggota DPD Riau, Arif Eka Saputra di Pekanbaru, Jumat (30/5/2025). [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/31/12908-petani-sawit-samade-riau.jpg)
Berdasarkan data luas perkebunan kelapa sawit Riau yang terluas di Indonesia yakni seluas 3,4 juta hektare atau 20 persen luasan kebun sawit nasional.
Baca Juga:Puluhan Petani Kumpul di Indragiri Hulu, Bikin Pupuk Organik dari Limbah Sawit
Di provinsi berjuluk Bumi Lancang Kuning ini juga terdapat sekitar 355 Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
Potensi inilah, menurut Rudi, harus dibarengi dengan regulasi yang tepat atau win-win solution untuk kemajuan petani sawit demi mendukung ekonomi nasional.
"SAMADE berharap regulasi win win solution seperti PP No 24 tahun 2021 masih diberlakukan pemerintah," jelasnya.
Rudi mengungkapkan bahwa petani sawit swadaya tidak butuh subsidi dan proteksi, meski demikian tetap butuh regulasi yang kondusif.
"Kontribusi besar perkebunan sawit harus didukung oleh regulasi atau aturan yang kondusif dan berpihak kepada petani," ungkapnya.
Baca Juga:Harga Sawit Riau Meroket Jelang Lebaran, Ini Daftar Lengkapnya
Oleh karena itu, karena Provinsi Riau menyumbang sekitar 20 persen dari total produksi sawit nasional dharapkan pemerintah terus memberikan dukungan agar sawit tetap menjadi komoditas unggulan nasional yang memberi manfaat luas bagi masyarakat.
Apalagi, kata Rudi, salah satu penopang perekonomian Riau berasal dari kelapa sawit dengan sekitar 3,45 juta jiwa bergerak di rantai industri tersebut.
"Seperti kita tahu, komoditi sawit merupakan penopang utama perekonomian Riau dan lebih dari separuh penduduknya atau sekitar 3,45 juta jiwa menggantungkan hidup dari industri ini," sambug Rudi.
Selain itu, ada sekitar 861.760 kepala keluarga (KK) yang menggantungkan hidupnya sebagai petani sawit di Riau.
"Artinya jika dikalikan 4 anggota per keluarga, ada 51 persen masyarakat Riau terlibat dalam industri tersebut," sebut Rudi.
Lebih lanjut, dia mengharapkan pengembangan sawit juga perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk dukungan pihak swasta dalam pembangunan kebun masyarakat.
Rudi pun mengucapkan terima kasih kepada anggota DPD RI asal Riau yang telah meluangkan waktu untuk mendengarkan keluh kesah asosiasi petani sawit.
Berdasarkan laman bpdp.or.id, Provinsi Riau berhasil memproduksi 9,22 juta ton minyak kelapa sawit mentah/crude palm oil (CPO).
Angka tersebut tidak hanya menegaskan dominasi Riau dalam produksi sawit, tetapi juga menempatkannya sebagai pemain utama dalam mendukung kebutuhan domestik dan ekspor.
Perkembangan perkebunan sawit di Riau, secara empiris berdampak pada pembangunan wilayah pedesaan dan menjadikan pedesaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau.
Daerah yang sebelumnya terbelakang dan tertinggal/degraded land telah berkembang menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Adapun pada fase growth stages berarti keberhasilan inti plasma menarik investasi petani lokal untuk menanam kelapa sawit (perkebunan rakyat swadaya).
Pada fase itu, perkebunan rakyat bertumbuh secara revolusioner, terutama oleh petani swadaya.
Secara umum, peran perkebunan sawit dalam pembangunan di Provinsi Riau telah menciptakan proses ruralisasi yang positif (bukan urbanisasi) di mana desa telah tumbuh menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) menyebut kontribusi ini justru terjadi pada perkebunan rakyat yang proporsinya mencapai 62,63% dari total areal lahan sawit di Riau.
Namun juga sekaligus menurunkan tingkat kemiskinan di Provinsi Riau dan telah berhasil meningkatkan kelas petani miskin menjadi petani dengan berpendapatan menengah ke atas.
Pada saat kontribusi minyak bumi dan gas semakin menurun maka Riau beralih pada pengembangan minyak sawit dan terbukti mampu mendorong pendapatan perkapita penduduk sebesar Rp79,11 juta/kapita/tahun (2012).
Dari angka tersebut, kontribusi sawit adalah yang paling dominan yakni 63,2 persen dan selebihnya atau 36,8 persen adalah kontribusi dari minyak dan gas.