Riau Nomor Dua PHK Terbanyak se-Indonesia, Gubri Wahid Kasih Penjelasan

Jumlah pekerja yang mengalami PHK ini bertambah berkali-kali lipat dibandingkan Januari 2025 lalu.

Eko Faizin
Rabu, 09 April 2025 | 11:13 WIB
Riau Nomor Dua PHK Terbanyak se-Indonesia, Gubri Wahid Kasih Penjelasan
Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid. [Dok Humas Pemprov Riau]

SuaraRiau.id - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) merilis provinsi dengan jumlah pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selama Februari 2025.

Hasilnya, Provinsi Riau menduduki urutan nomor dua setelah Jawa Tengah (Jateng) yang berada di posisi pertama se-Indonesia. Sebanyak 3.530 pekerja di Riau mengalami PHK, sementara Jateng 10.677 orang.

"Pada Januari 2025, di Provinsi Riau terdapat 323 orang yang terkena PHK. Namun, pada Februari 2025, jumlahnya orang yang terkena PHK bertambah hingga mencapai 3.530 orang" rilis Kemenaker.

Jumlah pekerja yang mengalami PHK ini bertambah berkali-kali lipat dibandingkan Januari 2025 lalu.

Baca Juga:Mengenal Makan Bajambau, Tradisi yang Dihadiri Pejabat Tinggi Riau di Kampar

Sementara itu, disebutkan bahwa peningkatan pekerja yang mengalami PHK juga terjadi di skala nasional. Terdata 15.285 pekerja yang kehilangan pekerjaannya dibanding di Indonesia dalam bulan Februari.

"Pada periode Januari sampai Februari tahun 2025 terdapat 18.610 orang tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan," tambah Kemenaker.

Gubri ungkap penyebabnya

Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid mengungkap penyebab peningkatan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di wilayahnya.

Gubri mengungkapkan jika penyumbang PHK terbesar berasal dari PT Sambu yang berada di Indragiri Hilir (Inhil).

Baca Juga:Gubri Wahid Singgung Pegawai Berkeliaran saat Jam Kerja: Ngopi Boleh, tapi

"Dari berita beberapa hari ini, saya lihat Riau tingkat nomor dua PHK tertinggi dari seluruh provinsi. Sudah ada 3.000 lebih PHK, dan penyumbang terbesar itu berasal dari PT Sambu," ungkap Wahid saat menghadiri agenda bersama BPS Riau, Selasa (8/4/2025).

Gubernur menjelaskan, lonjakan PHK di PT Sambu bukan disebabkan oleh kebijakan ekspor bahan mentah, melainkan penurunan drastis produksi kelapa rakyat yang menjadi bahan baku utama. 

"Rata-rata biasanya satu hektare kebun kelapa rakyat menghasilkan 10.000 butir dalam dua sampai tiga bulan. Sekarang hanya 5.000 butir. Artinya, ada penurunan 50 persen dari nilai produksi," terang Wahid.

Ia menyebutkan beberapa faktor penyebab merosotnya produksi kelapa rakyat. Di antaranya adalah kondisi alam, usia tanaman yang sudah tua serta persoalan tata kelola perairan yang menyebabkan intrusi air laut dan mempengaruhi produksi buah kelapa.

Gubri Wahid menuturkan kejadian tersebut juga menjadi tantangan Pemprov Riau. Oleh karena itu, BPS diharapkan dapat menyajikan data yang akurat tentang kondisi Riau seperti TPK, NTP, inflasi, ekspor impor untuk membantu pemerintah dalam mengambil kebijakan.

Dia lantas menekankan pentingnya data kemiskinan ekstrem secara terperinci untuk mendukung pengambilan kebijakan yang tepat sasaran.

"Kami butuh data di mana saja lokus rakyat miskin berada, apa intervensi yang perlu diambil, agar intervensi ini betul-betul mampu mengeluarkan masyarakat dari persoalan kemiskinan ekstrem," tegas Abdul Wahid.

Sebelumnya, politisi PKB ini menyebut penurunan produksi kelapa di Inhil yang mencapai 50 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.  Padahal kabupaten tersebut merupakan daerah sentra penghasil kelapa nasional.

Menurutnya, kondisi "trek" atau masa tidak berbuah yang dialami oleh tanaman kelapa tahun ini cukup parah. Hal tersebut berimbas pada PHK pekerja PT Sambu.

"PHK PT Sambu di Inhil, saya lihat memang ada penurunan jumlah produksi. Karena memang rata-rata ada trek," ujar Wahid di Kantor Gubernur, Pekanbaru, Selasa (8/4/2025).

Diungkapkannya, fenomena cuaca ekstrem seperti El Nino turut memperparah kondisi ini, di samping faktor usia tanaman yang sudah tua dan rusaknya lahan akibat instrusi air laut.

Gubri menambahkan, sebagian besar petani di Inhil masih menggunakan sistem pertanian tradisional yang kurang adaptif terhadap perubahan iklim.

"Nah, saya minta semoga ini tidak berlangsung lama, mungkin karena El Nino atau masalah lainnya kita enggak tahu. Masyarakat juga masih tradisional, perlu peremajaan kelapa-kelapanya yang sudah tua dan akibat instruksi air laut," ungkap Wahid.

Dia pun menyampaikan jika pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Dinas Perkebunan Provinsi Riau dan instansi terkait untuk segera mencari solusi jangka pendek maupun jangka panjang. Program peremajaan tanaman kelapa disebut sebagai salah satu prioritas penanganan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini