SuaraRiau.id - Tim Kejaksaan Tinggi atau Kejati Riau mengamankan terpidana kredit fiktif Bank Riau Kepri (BRK) senilai lebih dari Rp 35,2 miliar di Banten pada Kamis (21/4/2022) sekitar pukul 17.15 Wib.
Asisten Intelijen Kejati Riau Rahardjo Budi Kisnanto mengatakan, Direktur Utama PT Saras Perkasa, Arya Wijaya itu ditangkap di Bhuvana Residence, Kelurahan Pondok Pucung, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Setelah penangkapan terpidana kredit fiktif yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah sejak tahun 2016 lalu, dibawa ke Pekanbaru untuk dilakukan proses selanjutnya.
"AW menyandang status terpidana berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 332K/Pid.Sus/2015 tanggal 11 Januari 2016. Dia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dengan kerugian negara sebesar Rp35,2 miliar," ungkap dia dikutip dari Riauonline.co.id--jaringan Suara.com.
Rahardjo mengatakan dari putusan tersebut, Arya Wijaya divonis 15 tahun penjara, dan denda sebesar 1 miliar, subsider pidana kurungan selama 8 bulan.
Tidak hanya itu, terpidana juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 2 miliar subsidair 2 tahun penjara.
Kasus ini bermula pada tahun 2003 lalu. Saat itu Arya Wijaya yang berencana melanjutkan pembangunan Ruko dan mal di Komplek Batu Aji, Batam, dan menemui Dirut Bank Riau Kepri (BRK) Zulkifli Thalib.
Selaku Direktur, Arya Wijaya mengajukan kredit kepada BRK. Arya meyakinkan bisa meneruskan bangunan mal dan meminta penambahan kredit Rp55 miliar. Sebagai jaminan, berupa deposito di Bank BNI 46 sebesar Rp100 miliar.
Belakangan, jaminan itu tidak diserahkan Arya. Akhirnya, pihak bank hanya mengucurkan kredit dengan plafon Rp35,2 miliar. Namun ternyata, pembangunan mal dan Ruko tersebut terhenti, karena Arya Wijaya tak sanggup membayar utang pinjaman kepada BRK. Akibatnya, kasus ini masuk kategori kredit macet.
Arya menjalani sidang pada Senin 24 Mei 2014 lalu, Pada saat itu Pengadilan Negeri Pekanbaru menjatuhkan putusan lepas atau Onslaacht kepada Arya Wijaya.
Hakim menilai dia tidak terbukti sebagai perbuatan pelanggaran pidana, melainkan perkara perdata. Merasa belum puas dengan hasil putusan, JPU mengajukan Kasasi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada saat itu menuntut Arya selama 15 tahun penjara, denda sebesar Rp1 miliar atau subsidair 6 bulan penjara. Dia juga dituntut membayar denda Rp35,2 miliar subsidair 8 tahun penjara.
Menurut JPU, Arya terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.