SuaraRiau.id - Sebuah gudang yang dijadikan tempat mengoplos bahan bakar minyak atau BBM solar digerebek Ditreskrimsus Polda Riau pada Minggu (3/4/2022) sekitar pukul 00.30 WIB.
Gudang pengoplosan BBM tersebut berada di Jalan Melati, Kelurahan Bina Widya, Kota Pekanbaru.
Seorang tersangka berinisial RM (26) yang diringkus aparat kepolisian. Ia merupakan penjaga sekaligus pengoplos di gudang tersebut .
Sedangkan pemilik gudang berinisial FG dan salah satu pekerja lainnya saat ini tengah dalam pengejaran polisi dan ditetapkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Kabid Humas Polda Riau Kombes Sunarto menjelaskan terkait modus para pelaku.
Kombes Narto menyebut bahwa pelaku membeli solar bersubsidi di sejumlah SPBU di Pekanbaru dan dikumpulkan di gudang tersebut.
Kemudian solar subsidi itu dicampur dengan minyak mentah yang diperoleh dari Jambi.
Setelah itu, hasil BBM oplosan yang menyerupai solar nonsubsidi yang dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.
"Info ini kami dapatkan dari masyarakat. Solar bersubsidi tersebut dioplos dengan minyak mentah di gudang ini dengan komposisi tertentu sehingga menghasilkan BBM mirip seperti solar nonsubsidi. Tentu perbuatan mereka tentu merugikan banyak pihak," sebut Narto.
"Solar oplosan ini dijual di Riau dan Sumbar, kemudian di wilayah perkebunan juga perusahaan," sambung dia.
Kombes Narto tak menampik ulah pelaku ini merupakan salah satu pemicu kelangkaan solar di Pekanbaru, yang mana sempat terjadi antrean panjang kendaraan di SPBU.
Diketahui, Aktivitas gudang itu diakui pelaku sudah berlangsung sekitar tiga bulan belakangan. Pengakuan pelaku kepada polisi, dalam sebulan bisa menghasilkan 50 ribu liter solar oplosan.
Dalam penggerebekan itu, kepolisian mengamankan barang bukti berupa 30 ribu liter solar yang sudah dioplos dan siap dijual, mobil boks roda enam untuk mengangkut BBM, dua mesin hisap, 13 tanki kapasitas 1.000 liter, lima drum tempat penyimpanan solar, dua tangki BBM serta uang tunai Rp3 juta.
Kini gudang yang dilengkapi delapan kamera pengawas tersebut telah dipasangi garis polisi untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Atas perbuatan itu, tersangka dijerat pasal 54 UU RI Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, dengan hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda maksimal Rp60 Miliar. (Antara)