Kembali ke masalah permintaan Bunda Dorce, baginya jika memang terlahir sebagai laki-laki, sesuai fiqh harus dimakamkan secara laki-laki.
“Secara fiqh saya pikir tetap kembali ke kodratnya. Kodratnya dia laki-laki ya dimakamkan dengan cara laki-laki,” katanya.
Gus Miftah menjelaskan soal tanggapan berbagai komentar yang datang dari orang-orang yang menyatakan apa pun jenis kelaminnya, cara memakamkannya sama.
”Mungkin orang bilang, kan dimakamkannya sama, ya beda. Kan, dari jumlah kain kafannya laki-laki dan perempuan kan beda, berapa lapisnya kan beda. Terus, kemudian soal niat sholatnya, sholat niat jenazah perempuan dan laki-laki kan juga beda,’ terangnya.
Menurutnya, cara mendoakan juga berbeda.
”Untuk laki-laki doanya menggunakan Allahuma firlahu, kalau cewek menggunakan Allahuma firlaha. Jadi kalau saya ya sesuai dengan kodratnya lah. Beliau dulu terlahir sebagai laki-laki ya meninggalnya ya secara laki-laki,” tambahnya.
Menyinggung soal wasiat Bunda Dorce yang menghendaki dikebumikan dalam keadaan perempuan atau ingin yang jenazahnya dimandikan oleh perempuan, dia berpendapat bahwa harus kembali melihat ketentuan tentang wasiat.
“Wasiat itu harus dilaksanakan ketika ada kebaikan di dalamnya, tidak ada kemaksiatan apalagi melanggar syariat. Tapi kalau wasiat itu melanggar syariat, melanggar perintah agama, ya tentunya wasiat itu tidak harus dilakukan,” terangnya.
Dia kembali mencontohkan, banyak wasiat yang baik dari orangtua kepada anaknya ”Misal oran tua berpesan, ‘tolong pembagian waris yang saya tinggalkan dibagi dengan sebaik-baiknya. Entah dengan menggunakan hukum Islam maupun dengan hukum adat istiadat umpamanya, dibagi rata. Ya sudah itukan ada kebaikan di dalamnya,” sambungnya.
Namun, apabila kemudian ada unsur yang melanggar syariat bahkan bertentangan, maka tidak harus dilaksanakan.