Muhammad Kece Dihajar Irjen Napoleon di Sel, Sosiolog: Jangan Terprovokasi

Ia berharap masyarakat tak terprovokasi terkait kasus penganiayaan Muhammad Kece, karena itu merupakan permasalahan individu.

Eko Faizin
Selasa, 21 September 2021 | 21:26 WIB
Muhammad Kece Dihajar Irjen Napoleon di Sel, Sosiolog: Jangan Terprovokasi
Kolase Muhammad Kece dan Irjen Napoleon Bonaparte. [istimewa/suara.com]

SuaraRiau.id - YouTuber Muhammad Kece dianiaya dalam Rutan Bareskrim Polri oleh Irjen Napoleon Bonaparte. Aksi main hakim sendiri sang jenderal kemudian mendapat sorotan publik.

Selain mendapat perhatian dari sejumlah tokoh agama, kasus penganiayaan ini juga menuai respons dari ahli sosiologi hukum Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah.

Ia berharap masyarakat tak terprovokasi terkait kasus penganiayaan Muhammad Kece, karena itu merupakan permasalahan individu.

"Jangan terprovokasi. Ini masalah individu, bukan masalah atribut sosial sebagai muslim," ujar Trubus dalam keterangan tertulisnya dikutip dari Antara, Selasa (21/9/2021).

Untuk diketahui, Muhammad Kece melaporkan dugaan penganiayaan dirinya di Bareskrim Polri, dengan Irjen Napoleon Bonaparte sebagai terlapor.

Trubus mengatakan tindakan Irjen Napoleon dianggap tidak proporsional dengan mengangkat alasan membela agama Islam atas perbuatannya kepada publik melalui surat terbuka.

"Jadi kalau ditinjau secara sosiologi, ada interaksi antara NB dan MK, dimana dalam interaksi itu tidak berlangsung harmonis," kata Trubus.

Ia menjelaskan dalam ilmu sosiologi hukum, ada pihak yang memperoleh perlakuan sebagai stimulus pesan, dimaknai secara berbeda.

Dengan pelaku NB dan korban adalah MK, maka perkara ini bersifat individual.

"NB tidak mewakili atribut sosial sebagai seorang polisi ataupun karena beragama Islam. Maka, ini bukan perilaku institusional. Begitu pula dengan MK, dia tidak mewakili perilaku institusional dirinya sebagai korban. Saya tidak tahu atribut apa yang melekat dengan MK, kalau NB kan semua orang mengenalinya dengan latar belakang polisi," jelas Trubus.

Lebih lanjut, Trubus menilai bahwa kasus tersebut unik, karena tiba-tiba publik dihebohkan dengan surat terbuka dari NB, yang mengakui dirinya telah melakukan penganiayaan MK di dalam rutan.

Padahal, sebelumnya publik sendiri tidak memahami ada permasalahan ini. Selain itu, isu itu baru ramai diperbincangkan publik hampir satu bulan pasca-kejadian.

"Dalam surat terbuka itu, kemudian NB melakukan pembelaan bahwa penganiayaan dilakukan atas dasar membela agama. Ini kan yang akhirnya menimbulkan sentimen argumen di publik," ujarnya.

Kata Trubus, ketika membaca utuh surat terbuka itu, NB juga mengungkapkan MK dianggap memecah belah persatuan dan kesatuan. Tanpa disadari, tindakan NB yang dalam sosiologi dinilai tidak proporsional, akan menggiring pada pro dan kontra opini di masyarakat.

"Poin saya dalam hal itu adalah jangan melihat apa yang tersuratnya, tapi lihat meaning (makna) yang akhirnya mempertontonkan sebuah akrobat isu tertentu. Yang diasumsikan, karena kepentingannya NB tidak terpenuhi," tegas Trubus.

Terakhir, Trubus pun berpesan agar masyarakat jeli melihat permasalahan itu. Perkara tersebut terlihat memiliki rancang bangun untuk membuat segala sesuatunya bisa digiring untuk memojokkan atau membenarkan salah satu pihak. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini