Tradisi Makan Bersama Bubur Asyura di Siak usai Sekampung Berpuasa

Ketua LAM Siak H Wan Said menyatakan bahwa tradisi bubur Asyura dilakukan sudah sejak lama dan sudah terjadi secara turun temurun.

Eko Faizin
Kamis, 19 Agustus 2021 | 18:56 WIB
Tradisi Makan Bersama Bubur Asyura di Siak usai Sekampung Berpuasa
Ilustrasi makan bersama bubur Asyura di Siak pada 2018 sebelum pandemi. [Suara.com/Alfat Handri]

SuaraRiau.id - Dalam peringatan 10 Muharram, umat Muslim mengisi dengan berbagai aktivitas keagamaan. Salah satunya yakni puasa Asyura.

Tidak hanya puasa Asyura, momen spesial 10 Muharram biasanya juga diisi dengan hal menarik yakni membuat bubur Asyura.

Sesuai dengan namanya kudapan ini sering disajikan sebagai hidangan berbuka puasa bagi yang berpuasa Asyura.

Di Kabupaten Siak, Riau, Lembaga Adat Melayu (LAM) setiap tahunnya membuat acara makan bersama dengan hidangan bubur Asyura.

Ketua LAM Siak H Wan Said menyatakan bahwa tradisi bubur Asyura dilakukan sudah sejak lama dan sudah terjadi secara turun temurun.

"Dari zaman Sultan dulu sudah ada membuat bubur Asyura dan dimakan secara bersama-sama," jelas Wan Said kepada SuaraRiau.id, Kamis (19/8/2021).

Dulu, kata Wan Said, sebelum melaksanakan makan bersama bubur Asyura seluruh peserta yang ikut diwajibkan berpuasa dan baru bisa mengikuti makan bersama bubur Asyura.

Ritual itu, kata dia, dilakukan untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar setiap orang dan negeri dijauhkan dari segala hal yang buruk.

"Biasanya bermunajat kepada Allah SWT agar dijauhkan dari bala, supaya negeri diberi keberkahan, dan meminta petunjuk agar ditunjukkan jalan yang lurus dan benar," tambah Wan Said.

Namun, sela Wan Said, di tengah pandemi saat ini, makan bubur Asyura bersama ditiadakan karena masih dalam situasi Covid-19.

"Tahun ini kita tak buat, karena wabah Covid-19 ini kan. Tapi dahulu setiap orang membuat bubur Asyura di rumah masing-masing dan disedekahkan ke rumah tetangganya," timpa Wan Said.

Untuk resep bubur Asyura, kata Wan Said, terdiri dari beras yang akan dijadikan bubur itu tidak banyak dicampur dengan sayur-sayuran.

Dan rasanya agak sedikit peda karena ditambah dengan merica.

"Bubur Asyura kita agak berbeda dengan bubur Lambo. Kalau bubur Lambo itu banyak memakai sayur-sayuran seperti pakis gitu kan tapi kalau bubur asyura kita tidak memakai banyak sayur-sayuran," ungkapnya.

"Bubur Asyura kita memakai udang kering, suiran ayam, memakai santan dan menggunakan sedikit merica agar terasa pedasnya," sambung Ketua LAM Siak itu.

Hakikatnya, jelas Wan Said, Peringatan Asyura itu merupakan pengingat 10 kejadian di zaman Rasulullah. Dan bubur Asyura itu sebenarnya sudah ada sejak zaman rasulullah.

"Disebabkan hal itu, karena Sultan Siak mendirikan adat bersendikan syara' makanya dilestarikan bubur Asyura itu," terang Wan Said.

Dalam kesempatan itu, Wan Said juga mengajak seluruh lapisan masyarakat di Siak dimomentum hari penuh makna ini mengajak agar bermohon kepada Tuhan agar segera menghilang wabah Covid-19 ini di negeri istana dan Indonesia secara umum.

"Di momen hari ini saya mengajak agar kita semua sama-sama berdoa dan memohon agar virus Corona enyah dari Siak secara dan Indonesia secara umumnya," ujar Wan Said.

Kontributor : Alfat Handri

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak