"Tapi namanya setiap hari bersentuhan dengan virus mendunia itu, tetap saja kami terkena Covid-19," kata dia.
Dua jam menggunakan APD, sambungnya, badan mereka basah, tangan mereka keriput, bernafas sesak, letih tiada tara dan benar-benar sangat tidak nyaman.
![Tangan tenaga kesehatan RSUD Siak tampak keriput karena banyak menggunakan APD. [Suara.com/Alfat Handri]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/08/12/70818-tangan-tenaga-kesehatan-rsud-siak.jpg)
Tapi, kata dia, semuanya harus dijalani sesuai dengan protokol kesehatan. Terkadang nakes itu hampir pingsan karena pengapnya menggunakan APD.
"Rasa-rasa terperangkap dalam apa gitu," jelasnya.
Dalam pandangan masyarakat, kata Fitri, apa yang mereka lakukan itu dinilai biasa aja.
"Sepertinya hal yang dilakukan nakes itu hal biasa saja dan tidak memiliki resiko tinggi," kata dia sedih.
Padahal, sambungnya, tidak hanya resiko tertular dirinya pribadi, tapi keluarganya di rumah, tetangganya, dan tempat ia bersosialisasi.
Tidak hanya sampai disitu, kesedihan para nakes di Siak juga semakin memuncak ketika anggapan masyarakat bahwa rumah sakit kebanyakan hanya mengcovidkan saja.
"Setiap hari kami mengurusi orang lain, kadang hampir lupa kami juga punya anak kecil di rumah, orang tua yang juga ingin kami lihat sehat selalu. Sedih mendengar kalimat jika ada masyarakat yang tidak percaya adanya Covid," jelasnya.
Tapi itu semua dilakukan bukan untuk menuai pujian, namun, agar Covid-19 segera enyah dari Siak.