Membuat menara lampu colok dengan pola seperti masjid yang tengah dilakukan mereka bukan sebuah pekerjaan mudah. Selain itu, dana yang dibutuhkan juga tidak sedikit.
Untuk pembiayaan, mereka mengandalkan iuran dari masyarakat. Selain itu mereka juga berusaha mencari donatur dari pengusaha secara mandiri.
"Desa sangat support atas kegiatan kami ini," jelasnya.
Iswanto mengaku tidak ada paksaan dalam mendirikan lampu colok tersebut. Menurut dia, membuat lampu colok merupakan bentuk dari semangat pemuda setempat dalam menyambut bulan suci Ramadhan.
Selain itu, dia dan rekan-rekannya sepakat harus ada yang rela berkorban baik waktu dan materi untuk menjaga tradisi.
"Kalau bukan kita siapa lagi yang akan menjaga tradisi ini. Ini tradisi yang harus dijaga sampai kapanpun," kata dia.
Selain itu, dia mengatakan membuat lampu colok juga untuk menghibur para perantau yang pulang untuk merayakan hari idul Fitri di kampung halaman.
"Kita juga ingin kampung ini dikenal yang akan menjadi kebanggaan kami semua," ujarnya.
Itulah salah satu tradisi di Kabupaten Siak. Masyarakat setempat biasa menyebut lampu colok. Dahulu lampu colok banyak ditemukan di berbagai sudut kampung.
Namun belakangan tradisi ini seolah semakin meredup. Besarnya anggaran yang dibutuhkan menjadi salah satu alasan meredupnya tradisi unik tersebut.
Pemerintah seharusnya dapat lebih berperan dalam menjaga tradisi unik ini sehingga tidak tenggelam ditelan zaman.