SuaraRiau.id - Kisah seorang istri prajurit KRI Nanggala 402 ini tak pernah putus asa. Ia adalah Winny Widayanti istri Komandan Satuan Kapal Selam (Dansatsel) Komando Armada (Koarmada) II KRI Nanggala 402.
Winny hingga Minggu (25/4/2021) sore masih coba menghubungi suaminya yang bertugas di KRI Nanggala 402.
Padahal pada Sabtu (24/4/2021) pagi sekira pukul 03.00, oksigen di dalam KRI Nanggala diperkirakan habis.
Namun, Winny ketika itu tak pernah kehilangan asa untuk tetap berharap ada keajaiban pada suaminya.
“Hatiku hancur, benar-benar hancur. Bagian paling sulit adalah menjelaskan pada anak bungsu saya. Saya tak bisa menahan air mata saya,” kata Winny kepada Al Jazeera, dikutip dari Hops.id--jaringan Suara.com, Rabu (28/4/2021).
Di antara berharap keselamatan suami, Winny terus mencoba mencari sela keajaiban. Dia terus mencoba menjepret semua teman-teman suaminya yang datang ke rumah mereka.
Foto itu kemudian oleh Winny dikirim ke sang Komandan Nanggala 402 itu.
Winny terus chat kepada suami, melaporkan apapun kondisi di rumah, termasuk kabar terbaru tentang anak-anak mereka, meskipun pesan itu tidak pernah dibalas.
Hatinya kian hancur ketika pada Minggu malam, kala Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto juga mengumumkan bahwa 53 awak kapal telah gugur.
Tim pencarian menemukan kapal selam yang tenggelam di kedalaman 838 meter (2.755 kaki), pecah menjadi tiga bagian.
Dari sana, Winny kemudian tetap berusaha tegar. Belakangan dia seolah mengambil peran sang ayah untuk berkeliling ke sejumlah rumah awak Nanggala untuk menguatkan anggota-anggota lainnya.
Tak lain karena dia sadar, kalau Kolonel Harry merupakan komandan KRI Nanggala.
“Saya harus kuat sebagai istri agar bisa menguatkan para keluarga anggota lainnya yang turut berada di dalam kapal tersebut,” katanya.
Winny sendiri mengaku sempat mengantarkan sang suami untuk berangkat bertugas. Sebelum ditinggal untuk dinas luar, dia bersama Kolonel Harry sempat berfoto bersama. Dia tak sadar kalau itulah kebersamaan terakhirnya.
Sementara itu, orangtua komandan KRI Nanggala, Ida Farida, dengan lugas menyebut dirinya sangat bangga dengan putranya itu.
Sebab, putranya itu seharusnya tidak berada di kapal selam, namun tetap memutuskan untuk bergabung pada saat-saat terakhir untuk mengawasi latihan.
“Saya tidak ingin dia diambil lebih dulu daripada saya, tetapi dia meninggal saat melakukan tugasnya. Dia memenuhi janjinya untuk menjaga negara sampai akhir hidupnya,” katanya.
Ibu berusia 80 tahun itu menambahkan bahwa dia berharap misi evakuasi akan berlanjut sampai semua awak kapal ditemukan.
“Saya berharap jenazah anak saya dapat dievakuasi, apapun kondisinya. Kami ingin menguburkannya di kuburan keluarga di Cilubajang di Sukabumi bersama almarhum ayahnya yang merupakan pensiunan perwira TNI AU.” katanya.