SuaraRiau.id - Isu buzzer yang belakangan mengemuka ditanggapi Juru Bicara atau Jubir Kepresidenan, Fadjroel Rachman. Ia memastikan, istana tak pernah memelihara atau menggunakan jasa buzzer untuk melindungi Presiden Joko Widodo.
Tapi, kata Fadjroel, pihaknya dalam hal ini pemerintah memiliki influencer untuk menyampaikan pesan-pesan baik kepada masyarakat.
Dalam sebuah program di televisi, Fadjroel menyadari masih banyak pihak yang menuduh pemerintah menggunakan jasa buzzer.
Padahal, katanya, kenyataannya tidak demikian. Sebab, buzzer dan influencer merupakan dua profesi yang menurutnya berbeda.
“Sekali lagi, pemerintah tak memiliki buzzer. Tetapi (kami) menggunakan (jasa) influencer untuk keperluan vaksinasi atau Covid-19, namun itu tidak berbayar. Kita kenal nama-nama besar seperti Raffi Ahmad, Atta Halilintar, itu kita undang untuk bicara kepada audiens,” ujar Fadjroel di Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, dikutip dari Hops.id--jaringan Suara.com, Kamis (11/2/2021).
Pemerintah, kata dia, meminta bantuan influencer untuk keperluan branding and awereness. Sebab, dengan pengikut atau massa yang banyak, mereka dipercaya mampu mempengaruhi masyarakat untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
“Kalau itu, mereka dibayar sebagai influencer. Kalau buzzer-buzzer yang enggak jelas bentuknya, apalagi yang melanggar hukum, sekali lagi saya mengatakan, pemerintah tak menggunakan itu,” tegasnya.
Lebih lanjut, Fadjroel kembali menegaskan, pihaknya tidak pernah bersentuhan langsung dengan buzzer.
Sebab, tak ada manfaatnya menggunakan jasa mereka. Jika hendak menyampaikan pesan kepada audiens, maka dia lebih memilih menggunakan jasa influencer.
“Pemerintah tak perlu bertanggung jawab terhadap buzzer. Sebab, secara definisi, buzzer adalah akun-akun di media sosial yang tidak mempunyai reputasi, tidak ada namanya, diajak ngomong juga enggak bisa,” urainya.
Fadjroel juga, secara tak langsung dia mengatakan, keberadaan buzzer di Indonesia sebenarnya merugikan dua pihak. Bisa jadi ada buzzer yang membela pemerintah, namun yang menyerang juga terbilang banyak.
“Tugas kita bersama dalam revolusi digital adalah menghadapi pandemi informasi, tugas kita bersama mendorong kewarasan digital, kemudian tegas kepada para pelanggar hukum,” terang Fadjroel.