Cara Suku Sakai di Bengkalis Menjaga Manfaat Hutan Adat untuk Kehidupan

Suku Sakai masih memegang teguh adat istiadat yang menjadi jati diri Suku Sakai, seperti hukum adat yang masih dilestarikan.

Eko Faizin
Jum'at, 29 Januari 2021 | 14:45 WIB
Cara Suku Sakai di Bengkalis Menjaga Manfaat Hutan Adat untuk Kehidupan
Ilustrasi hutan adat. Foto menunjukkan hutan adat Desa Guguk yang dijaga dan dikelola masyarakat secara baik. [FOTO ANTARA/HO/Warsi]

SuaraRiau.id - Masyarakat asli Suku Sakai di Bathin Sobanga Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis menggeluti mata pencaharian di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan.

Hal itu dikatakan Ketua Adat Suku Sakai, Bathin Sobanga, Muhammad Nasir. Menurutnya, jumlah masyarakat Suku Sakai Bathin Sobanga 99 persen suku asli yang sudah menetap hampir 30 tahun di sini dan jumlahnya mencapai 500 warga.

"Kalau jumlah warga ada 170 KK, jumlah jiwa hampir 500 warga, semua masih asli orang suku sakai, 99 persen," kata Muhammad Nasir, kepada Riauonline.co.id--jaringan Suara.com, Kamis (28/1/2021).

Menurutnya sampai saat ini masyarakat Suku Sakai masih memegang teguh adat istiadat yang menjadi jati diri Suku Sakai, seperti hukum adat yang masih dilestarikan.

"Iya, kalau adat istiadat masih kita pegang kukuh, karena inikan merupakan jati diri kita, hukum tetap berlaku disini, dan kita lestarikan," ungkapnya.

Ia mencontohkan, seperti perkelahian.

"Itu tentu kita selesaikan secara adat, begitu juga dengan tata cara perkawinan, bersosialiasai dengan masyarakat tetap kita kemukakan budaya kita," sambungnya.

Tidak hanya itu, lanjut Nasir, pada prinsipnya di dusun ini tetap memegang teguh adat istiadat dalam menyelesaikan perkara.

"Kembali kepada prinsipnya untuk disebuah dusun ini, kita kembali pada adat istiadat itu, dalam menyelsaikan perkara, semua masalah, dengan menggunakan adat, termasuk ekonomi, berbasiskan adat," terang dia.

Tersisa 240 hektare
Nasir pun menceritakan sudah 30 tahun menjaga hutan adat sisa-sisa dari Hutan Tanaman Industri (HTI), hingga saat ini masih dimanfaatkan untuk kegunaan obat-obatan.

"Masyarakat adat tetap menjaga rapi hutan adat, masyarakat tetap mengadakan kegiatan pertanian, perternakan, perikanan, untuk sementara hutan adat ini kita jaga dengan baik, selain dari pada kegunaan untuk obat-obatan," katanya.

Nasir menuturkan, hutan adat yang hanya tersisa kurang lebih 240 hektare ini sudah 30 tahun dijaga dengan baik.

"Hutan yang kita jaga sudah hampir 30 tahun, sisa-sisa dari pada HTI, itu kita pertahankan," ujarnya.

Pihaknya berharap agar negara dapat memberikan pengakuan secara administrasi terhadap hutan adat Suku Sakai Bathin Sobanga.

"Harapan kita besar sekali setelah mendapatkan pengakuan oleh negara, kita harus manfaatkan secara ekonomi, tentu harus kita usahakan dengan baik," ungkapnya.

Kedepan, kata Nasir akan mengajak pemerintah setempat untuk ikut berkolaborasi dalam menjaga, memanfaatkan hutan adat dengan berbasiskan budaya.

"Agar hutan tidak rusak, ekonomi baik, kita ajak pemerintah untuk berkontribusi, dengan berbasiskan budaya," pungkasnya.

Seperti diketahui, saat ini masyarakat adat Suku Sakai Bathin Sobanga sedang mengurus proses pengajuan hutan adat untuk mendapatkan pengakuan oleh negara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak