SuaraRiau.id - Polemik soal wajib jilbab bagi siswi di Sumatera Barat (Sumbar) ditanggapi Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) wilayah Sumbar dan Persekutuan Gereja Pantekosta Indonesia (PGPI) setempat.
Pihak persekutuan gereja menilai persoalan jilbab bagi siswa nonmuslim di SMKN 2 Padang adalah sebuah kesalahpahaman dan sudah diselesaikan.
Ketua PGI Wilayah Sumbar, Pendeta Titus Wadu menyatakan sekolah dan keluarga berbeda memahami aturan berpakaian di sekolah. Bukan masalah agama.
"Ini hanya kesalahpahaman. Sekolah dan keluarga berbeda memahami aturan berpakaian di sekolah. Bukan masalah agama. Pemprov Sumbar sudah bergerak cepat untuk menyelesaikan persoalan ini," kata Pendeta Titus Wadu dikutip dari Antara, Kamis (28/1/2021).
Menurutnya persoalan itu sebenarnya bisa diselesaikan secara musyawarah. Cara-cara persuasif seperti itu selama ini sudah berjalan dengan baik di Sumbar.
Hanya saja sepertinya ada pihak yang berusaha "menggoreng-goreng" persoalan itu sehingga seolah menjadi persoalan besar.
"Padahal ini hanya masalah kecil dan kita di Sumbar juga tidak ada gejolak. Biasa-biasa saja," katanya.
Dirinya mengatakan persoalan kecil itu tidak boleh menjadi penyebab retaknya kerukunan umat beragama yang telah terpelihara dengan baik di Sumbar selama ini.
"Saya sudah 31 tahun di Sumbar dan menjadi saksi bahwa kerukunan umat beragama di sini berjalan dengan baik," jelasnya.
PGI, kata Titus Wadu, mendukung sepenuhnya program peningkatan kualitas akhlak baik mental maupun spiritual di Sumbar, termasuk misalnya memakai jilbab di lembaga pendidikan untuk siswi muslim.
"Kearifan lokal itu harus dihormati dengan semangat saling menghargai. Hanya ke depan, ada beberapa pengecualian yang dibuat untuk siswa nonmuslim," katanya.
Sementara itu Ketua PGPI Sumbar, Pendeta Hendri Dunant Sirait mengatakan upaya yang dilakukan oleh Pemprov Sumbar untuk menyelesaikan persoalan tersebut sudah sangat baik.
Tidak hanya menurunkan tim investigasi ke sekolah, kata dia, tetapi juga menjalin komunikasi dari hati ke hati dengan PGI, PGPI hingga Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI).
"Kita sepakat ini bukan masalah agama, tetapi masalah aturan di sekolah. Permasalahan ini sudah ditanggapi dengan baik oleh pemprov Sumbar. Ini sudah selesai," katanya.
Ketua GAMKI Sumbar Yonathan Tahir menyebut perlu digagas semacam jambore atau kemah kebangsaan lintas agama untuk generasi muda agar rasa saling menghargai dan menghormati antarsesama umat beragama bisa terus terjalin dengan baik.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Adib Alfikri mengatakan pihaknya sudah menyebar surat edaran pada seluruh SMA/SMK di Sumbar untuk mengevaluasi semua aturan di sekolah.
"Mungkin ada yang berpotensi bermasalah seperti aturan di SMK N 2 Padang sehingga harus segera dievaluasi," katanya.
Meski demikian ia mengatakan aturan-aturan itu sebenarnya adalah warisan dari Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota yang sebelumnya membawahi SMA/SMK.
Sekarang setelah SMA/SMK beralih pengelolaannya ke provinsi, aturan yang lama masih terbawa dan mungkin perlu ada evaluasi.
"Tim investigasi yang ditugasi untuk melihat persoalan di SMKN 2 itu sekarang juga sudah melapor. Saya akan laporkan secara tertulis pada gubernur dan Senin depan rencananya langsung ke Kementerian untuk menjelaskan duduk perkara sebenarnya agar semua benar-benar 'clear'," ujarnya.
Sebelumnya disebutkan terjadi kesalahpahaman antara SMKN 2 Padang dengan keluarga salah seorang siswi nonmuslim terkait kewajiban menggunakan jilbab sebagai seragam sekolah, demikian Adib Alfikri. (Antara)