Perusahaan bodong tersebut juga tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dampaknya, pemerintah daerah kehilangan potensi penerimaan pajak sebesar Rp 15 triliun setiap tahun.
Dengan usia pohon perkebunan 10-20 tahun, sedikitnya Rp 150 triliun akumulasi pajak tidak disetor ke kas negara.
Fandi menambahkan, tim penertiban kebun ilegal dapat mempertimbangkan opsi peninjauan izin terhadap perusahaan-perusahaan yang terbukti menggarap kebun di dalam kawasan hutan.
"Opsi tinjau ulang izin yang diberikan, lebih bisa memberikan efek jerah bagi perusahaan perusak lingkungan hidup atau hutan, dibandingkan kewajiban pembayaran denda. Sebab cash flow kebun ilegal yang ada di Riau perhari ditaksir lebih dari Rp 1 miliar," pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Makmun Murod, selaku sekretaris tim, menyebut pihaknya telah melaporkan sejumlah perusahaan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau.
Pelaporan itu merupakan bagian dari pendalaman temuan, untuk memilah kelengkapan kasus perusahaan.
"Pendalaman ini untuk memilah mana yang memiliki perizinan dan mana yang tidak, jadi kita harus melakukan prioritas," jelasnya.
Kontributor: Satria Kurnia
- 1
- 2