Eko Faizin
Rabu, 26 Oktober 2022 | 20:46 WIB
Home industry ekstasi berkedok warung pempek di Pekanbaru digerebek BNN, Selasa (25/10/2022). [Suara.com/Riri Radam]

SuaraRiau.id - Sekilas tidak ada yang berbeda dengan Pempek Cekput dengan tempat usaha lainnya. Tapi, siapa sangka tempat usaha makanan khas Palembang hanya kedok untuk home industry ekstasi. Ternyata, aktivitas terlarang tersebut telah berjalan dua bulan dan sehari memproduksi 300 butir pil setan.

Sinar terik matahari menjilati Jalan Hang Tuah Ujung, Keluarahan Rejosari, Kecamatan Tenayanraya, Pekanbaru, Rabu (26/10/2022) siang. Garis polisi membentang di depan tempat usaha kuliner pempek tersebut.

Arus lalu lintas yang biasa lancar mendadak tersendat. Para pengendara yang melewati ruas Jalan Hang Tuah melambat. Tak sebagaian dari mereka menepi, untuk menyaksikan ekspos pengungkapan kasus tersebut.

Sejumlah personil Badan Narkotika Nasional atau BNN dan BNN Riau telah bersiaga. Mereka berpakaian seragam lengkap maupun berpakaian preman.

Di atas meja panjang tergelar ribuan pil ekstasi berbagai merek. Barang haram itu dibagi menjadi beberapa bungkus dalam plastik bening. Ada pula sejumlah handphone yang dijadikan sebagai alat komunikasi bagi para pelaku.

Pengungkapan ini dilakukan oleh BNN pada Selasa, (25/10/2022). Kasus serupa bukan kali pertama terungkap di Kota Bertuah, sebelumnya juga ada beberapa kali pihak Kepolisian menggerebek aktivitas home industri narkotika jenis ekstasi.

“Usaha pempek ini hanya kamuflase saja,” kata Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Pol Kenedy didampingi Direktur Intelijen Brigjen Pol Ruddi, Kepala BNN Riau, Brigjen Pol Robinson DP Siregar.

Usaha pempek tersebut berada di ruko satu lantai berukurkan sekitar 5 meter x 20 meter Jalan Hang Tuah Ujung. Di depan ruko, terdapat gerobak kaca dan di atasnya terpampang spanduk berukuran besaran berisikan berbagai menu harga tiap porsinya.

Tempat itu menjajakan tekwan, model, pempek campur, kapal selam, otak-otak dan pempek panggang. Lalu, ada pula menu pempek yang dibekukan atau frozen.

Di ruang tengah, tersusun rapi meja dan kursi yang disediakan bagi pembeli ingin makan di tempat. Berjalan beberapa meter ke belakang terdapat kamar berukuran sekitar 3 meter x 3 meter. Di sanalah, tempat pelaku memproduksi ratusan pil ekstasi tiap harinya.

Dalam kamar sempit ini, berdiri satu lemari plastik dan di sampingnya ada tumpukan pakaian. Di atas lantai kamar ada beberapa bungkus bubuk warna putih, jerigen bening dan beberapa botol plastik. Lalu, timbangan digital serta dua alat press dongkrak dan sejumlah cetakan ekstasi.

“Aktivitas mereka dari bulan September 2022 atau sudah dua bulan. Sehari memproduksi 300 butir pil ektasi. Jadi, sudah ribuan ekstasi diproduksi mereka,” Kenedy menambahkan.

Bisnis pembuatan pil ekstasi itu dijalani oleh Iman Santoso. Pria berusia 33 tahun tak sendirian melainkan dibantu rekannya Herman Keli (54). Dari tangan mereka disita ribuan pil ekstasi siap edar.

“Tersangka dua orang yakni Iman Santoso dan Herman Keli. Barang buktinya 2.385 pil ekstasi,” kata jendral bintang dua.

Terhadap ribuan pil ekstasi telah dilakukan pengujian di laboratorim forensik menyatakan positif mengandung narkotika. Untuk pembuatan pil ekstasi tersebut bahan bakunya diimpor Negara Malaysia.

Mudahnya bahan baku masuk ke Riau, karena memiliki garis pantang membentang hingga lebih 2.000 kilometer dan menghadap langsung ke Selat Malaka. Kondisi ini kerap jadi sasaran empuk bagi sindikat menyelundupkan barang haram.

Oleh tersangka membeli bahan dari seseorang di Kabupaten Bengkalis dan telah ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO).

“Kami sudah selidiki, ini ada kaitannya dengan kasus yang 3 bulan lalu diungkap di Batam. Bahan baku utama dari Malaysia dan dibeli dari seseorang di Bengkalis,” sebut mantan Kepala BNN Riau.

“Prekursor (bahan kimia) yang kecil-kecil dibeli tersangka secara online,” sambung Kenedy.

Setelah mencampur semua bahan-bahan, tersangka mencetak pil ekstasi. Hasil kerajinan tangan keduanya menciptakan pil setan berbentuk minion dan ada pula berlogo ferari dengan kualitas bagus.

Selanjutnya, hasil produksi diedarnya ke sejumlah kota/kabupaten di Bumi Lancang Kuning.

“Ekstasi diedarkan di dalam dan luar Pekanbaru. Sekitar 5.000 butir ekstasi telah mereka ejarkan dengan nilai jual Rp150.000-Rp500.000 per butirnya,” jelas Kenedy.

Atas perbuatannya kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Yakni Pasal 114 ayat 2 Jo Pasal 132 ayat 1, subsidair Pasal 113 ayat 2 Jo Pasal 132 ayat 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancamannya hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Belajar membuat ekstasi di Lapas Gobah
Mendekam di balik jeruji besi, tak membuat Herman Keli insyaf. Selama menjalani masa hukuman, pria paruh baya tersebut malah belajar membuat pil ekstasi dari rekanannya sesama warga binaan Lapas Kelas IIA Pekanbaru.

Usia menghirup udara bebas, Herman mempratekkan teori ilmu yang dipelajari dengan membuka bisnis rumahan produksi ekstasi bersama rekannya, Iman Santoso.

“Herman ini belajar (buat ekstasi) dari LP Gobah. Dia di penjara tambah pintar. Yang memberikan pelajaran itu Abeng, sudah almarhum,” kata Kenedy.

Dalam menjalankan bisnis haram itu, Herman dan Iman Santoso memiliki peran berbeda. Herman bertugas meracik bahan baku untuk pembuatan ekstasi, sedangkan Iman mengambil peran untuk mencetak ekstasi.

“Herman sebagai peracik dan gurunya (membuat ekstasi,” sambung Deputi Pemberantasan BNN RI.

Herman sendiri merupakan residivis atas kasus narkotika pada tahun 2007 lalu dan dinyatakan bebas 2014. Begitu pula dengan, Iman yang juga pernah ditahan dalam perkara narkotika beberapa bulan karena pengguna barang haram.

“Herman ini, residivis kasus narkotika jenis pil ekstasi sebanyak 10.000 butir,” kata salah seorang petugas BNN.

Iman Santoso yang berada di ruang depan usaha pempek membantah, aktivitas home industry ekstasi yang dijalaninya telah berlangsung selama dua bulan, sebagaimana yang dikatakan Deputi Pemberantasan BNN RI.

“Baru satu bulan,” kata Iman dengan kedua tangan diborgol disamping Herman Keli.

Pria mengenakan baju kuning hanya bisa duduk tertunduk lesu. Dari raut wajahnya terlihat rasa penyelasan dan membayangkan hukuman yang akan menantinya.

Ia mengaku, bekerja hanya sebagai pencetak pil ekstasi dan perhari produksi 200 butir pil ekstasi.

“Produksi 200 an butir, ekstasi itu kami cetak saja belum tau pembelinya. Kalau ada yang mesan kami antarkan,” lirihnya.

Selama menjalani bisnis haram, Iman mengklaim, dirinya belum pernah mendapatkan keuntungan. “

Belum ada upahnya, saya baru cetak saja dan belum ada dijual,” dalih Iman.

Satu tersangka diduga adik Ketua KNPI Riau
Yeni, pemilik warung bersebelahan dengan Pempek Cutput seketika kaget didatangi sejumlah orang Selasa (25/10/2022) malam. Wanita paruh baya itu belum mengetahui yang mendatanginya petugas BNN dari Jakarta.

“Tadi malam (Selasa, 25 Oktober 2022) saya didatangi orang dari Jakarta,” kata Yeni.

Adanya aktivitas home industry ekstasi di tempat usaha pempek diketahui setelah mendapatkan penjelasan dari petugas BNN. Mendengar informasi itu, perempuan berjilbab kaget.

“Menggigil saya setelah tahu (home industri ekstasi),” lanjutnya.

Yeni mengaku, tidak mengetahui akvitas dari tersangka. Karena, usaha pempek dijalani dan dikelola oleh istri Iman. Iman sendiri diketahuinya bekerja sebagai pemborong di Kota Dumai.

“Yang mengelola istrinya, suaminya di Dumai bekerja sebagai pemborong,” kata Yeni.

Usaha pempek tersebut telah beroperasi selama setahun dan baru memasuki tahun kedua. Sebelumnya, ruko itu ditempati pemiliknya yang membuka usaha konter handphone.

Lantaran mengalami kecelakaan lalu lintas, dan membutuhkan uang. Sehingga ruko tersebut dikontrakan kepada istri Iman.

“Baru setahun mereka menyewa, ini baru diperpanjang kontrak rukonya untuk tahun kedua,” jelasnya.

Ketua RT 03/RW 01 Keluarahan Rejosari, Arwan juga berada di lokasi. Ia mengaku, baru satu kali bertemu dengan Iman Santoso.

Pertemuan itu, saat tersangka menyerahkan bantuan 100 paket sembako kepada warga RT 03 pada Bulan Ramadan.

“Jumpa beliau waktu memberikan sembako, waktu itu pertengahan bulan puasa tahun 2021 lalu. Setelah itu saya tidak pernah jumpa,” sebut Arman.

Bantuan sembako itu berasal dari KNPI Riau yang saat ini diketuai Fuad Santoso. Arman juga tak menampik, bahwa Iman Santoso adik kandung dari ketua organisasi kepemudaan tersebut.

“Kalau tak salah begitu, ada hubungannya (dengan Fuad Santoso),” kata Arman.

Terpisah Ketua KNPI Riau, Fuad Santoso dikonfirmasi perihal tersebut belum memberikan jawaban. Pesan singkat yang dilayangkan kepada belum dibalas hingga berita ini diturunkan.

Kontributor : Riri Radam

Load More