Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Jum'at, 15 Juli 2022 | 09:06 WIB
Ilustrasi petani sawit. [ANTARA/Ferr]

SuaraRiau.id - Seorang petani sawit bernama Suhadi (53) warga Kecamatan Mempura Siak mengaku harus lebih sabar melihat kondisi harga Tandan Buah Segar (TBS) yang semakin anjlok.

Disampaikan Suhadi dengan harga di bawah Rp1.000/Kg sangat menyulitkan petani sawit. Pasalnya, dengan harga yang rendah tersebut sangat tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Saat ini, sawit milik Suhadi dihargai Rp800/Kg oleh pengepul. Harga tersebut pun masih bervariasi di tingkat pengepul.

"Sawit saya dibeli Rp780/Kg oleh tauke sawit. Dengan harga segitu memang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," kata Suhadi ditemui tak jauh di lokasi kebunnya, Kamis (14/7/2022).

Dijelaskan Suhadi, untuk upah bagi tukang panen Rp300.000 dalam satu tonnya.

Masih kata Suhadi, dengan harga saat ini, Ia harus merelakan hasil sawitnya berbagi dua dengan tukang panen.

"Harga segitu hasilnya ya bagi dua dengan tukang panen," sebutnya.

Lebih lanjut dikatakan Suhadi, bagi petani sepertinya yang hanya memiliki kebun kelapa sawit hanya dua hektare mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.

"Apalagi sekarang harga kebutuhan pokok semuanya naik. Memang tak cukup hasilnya untuk kebutuhan. Apalagi sawit kami ini hanya dua hektare," lanjutnya.

Diakui Suhadi, dengan kebun miliknya hanya dua hektar dalam satu bulan ia mendapatkan hasil 1,8 ton dalam dua kali panen.

"Hasilnya 1,8 ton dikalikan harga sekarang dipotong dengan upah panen. Paling berapalah dapatnya. Belum nanti biaya pupuk dan sebagainya," kata Suhadi.

Jika diuangkan, kata Suhadi lebih jauh, 1,8 ton menghasilkan uang sejumlah Rp1.400.000 dan itu dipotong upah panen Rp550.000.

"Hasilnya memang tak cukup makan," sebutnya.

Suhadi berharap pemerintah lebih bijaksana menyikapi persoalan harga sawit saat ini.

"Jangan biarkan rakyat makin susah. Soalnya kami ini sudah susah malah dibikin susah dengan kebijakan kebijakan yang tak pasti. Tolonglah naikkan harga sawit," tukas Suhadi.

Load More