Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Selasa, 02 November 2021 | 21:48 WIB
Menteri LHK Dr Ir Siti Nurbaya Bakar dan dosen FIA Unilak, Dr Afni Zulkifli hadir dalam KTT Perubahan Iklim atau COP26 Glasgow. [Ist]

SuaraRiau.id - Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru, Dr Afni Zulkifli hadir dalam agenda Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim atau COP26 di Glasgow, Skotlandia, Inggris Raya.

KTT COP26 Glasgow merupakan pertemuan terbesar tingkat dunia membahas langkah serius penyelamatan bumi dari dampak perubahan iklim.

KTT COP26 Glasgow berlangsung 1-12 November 2021 dihadiri delegasi lebih dari 120 negara. Mulai dari instrumen pemerintah, swasta, aktivis, akademisi, dan banyak kelompok masyarakat dunia lainnya.

Dalam acara itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi dijadwalkan menyampaikan national statment pada agenda World Leaders Summit tanggal 1-2 November 2021.

Ia juga turut menyampaikan pernyataan bersama negara-negara kepulauan dan pulau kecil yang tergabung di dalam Archipelagic and Island States (AIS) Forum.

''Keterlibatan langsung dalam COP26 Glasgow tentu akan semakin mendukung keterlibatan FIA Unilak dalam implementasi kebijakan perubahan iklim melalui pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi,'' kata Dekan FIA Unilak, Alexander Yandra, Senin (1/11/2021).

FIA Unilak sebelumnya pada 10 Maret 2021 telah menandatangani perjanjian kerjasama (PKS) dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Perjanjian kerjasama ini disaksikan Menteri LHK Dr Ir Siti Nurbaya Bakar dan Wakil Menteri LHK Dr Alue Dohong di Pekanbaru.

Dengan adanya rintisan PKS antara FIA Unilak dan KLHK, beberapa kegiatan telah terlaksana. Diantaranya seperti penempatan mahasiswa magang di lokasi Proklim, pendampingan pada Kelurahan menuju Proklim, pelaksanakan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan mengangkat tema Proklim, dan menggelar sosialisasi Proklim secara daring dengan menghadirkan peserta dari berbagai lapisan masyarakat.

Aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang dapat dilakukan di tingkat tapak seperti kegiatan pengelolaan sampah dan limbah, upaya hemat energi, penghijauan di perkotaan, rehabilitasi gambut dan mangrove, teknologi pertanian dan banyak kegiatan lainnya.

''Semua ini akan semakin kuat dengan adanya penelitian dan pendampingan masyarakat oleh kalangan akademisi. Misalnya untuk memenuhi target terbentuknya 20.000 kampung iklim di 2024, maka peran akademisi sangat penting terutama pada aspek penguatan kelembagaan proklim yang benar-benar dibutuhkan di tingkat tapak,'' jelas Alex.

Sementara itu Afni mengatakan kesempatan hadir pada konferensi internasional COP26 Glasgow ini selain menambah pengetahuan, juga dapat memperluas jaringan mitra dan nantinya dapat dilakukan transfer ilmu pengetahuan.

''Ada berbagai sesi pertemuan, melibatkan berbagai pihak dari berbagai instansi, dalam dan luar negeri. Ini tentu akan menambah wawasan, memperluas jaringan mitra dan semakin memantapkan kerja lapangan membentuk masyarakat berketahanan iklim dengan keterlibatan penting kalangan akademisi,'' kata Afni.

Pada COP26 Delegasi Republik Indonesia (DelRI) akan melakukan dua jalur strategi, yaitu jalur negosiasi (hard diplomacy) dan jalur campaign (soft diplomacy) melalui Paviliun Indonesia yang akan menggelar 75 sesi dengan 422 pembicara, hingga pelaksanaan COP26 tanggal 12 November 2021 mendatang.

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen mengatasi perubahan iklim, dengan mengeluarkan berbagai kebijakan.

Di antaranya dengan melakukan pengurangan emisi dari deforestasi dan lahan gambut, peningkatan kapasitas hutan dalam penyerapan karbon, restorasi dan perbaikan tata air gambut, pengelolaan hutan lestari, optimasi lahan tidak produktif, hingga penegakan hukum.

Load More