Mantra-mantra dengan kesan magis diperdengarkan selama pengobatan berlangsung dan nyanyian mantra tersebut dalam satu kali proses pengobatan dapat berganti-ganti. Proses pengobatan ini bisa berlangsung selama satu jam atau lebih dan biasa dilakukan pada malam hari di dalam hutan oleh suku Sakai.
Tradisi Dikei Sakai ini membuat beberapa aspek di antaranya aspek musik, ritual alam, tarian, nyanyian hingga mistis yang menjadi aspek kehidupan paling dekat dengan suku terasing tersebut.
Dalam tradisi kehidupan suku Sakai, mereka yakin bahwa tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan, terkecuali kematian.
"Dalam tradisi Sakai dan hasil hutan, cuma satu yang gak bisa diobati, yaitu mati," tutur Agar Kalipke.
Lantas dalam kepercayaan suku Sakai, tokoh cendekiawan Sakai yang diangkat menjadi anak oleh ilmuwan Jerman, Hans Kalipke ini mengutarakan bahwa sebuah penyakit yang dialami manusia dapat terjadi akibat adanya hubungan yang tidak harmonis antara manusia dengan makhluk-makhluk halus yang ada di sekitarnya.
Oleh karena itu, hubungan tersebut harus dipulihkan melalui tradisi Dikei Sakai ini. Suku Sakai percaya roh-roh halus yang ada di sekitar manusia ada yang baik dan bisa dipanggil untuk mengatasi masalah kesehatan pada manusia sekaligus mengembalikan hubungan baik antara manusia dengan makhluk-makhluk tersebut.
Masyarakat suku Sakai masih mempertahankan tradisi ini untuk proses penyembuhan dari berbagai penyakit. Walaupun sudah ada juga kalangan yang mulai modern dan memilih berobat ke rumah sakit. Kondisi inilah yang membuat tradisi Dikei Sakai semakin langka dan nyaris punah.
"Tradisi ini sudah jarang, tapi masih ada juga yang melaksanakannya," ujarnya.
Seiring semakin sedikitnya kelompok masyarakat suku Sakai yang tinggal di pedalaman, tradisi ini pun semakin lama semakin jarang ditemukan. Teater pertunjukan modern banyak yang mengadopsi konsep tradisi ini menjadi seni pertunjukan modern yang ditampilkan di kegiatan-kegiatan besar.
Salah satunya pada iven Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012 lalu di Provinsi Riau. Sajian tradisi Dikei Sakai ditampilkan dalam kegiatan seremoni akbar tingkat nasional tersebut.
Berita Terkait
-
Menjaga Kelestarian Hutan Adat: Upaya Masyarakat Kampung Friwen dalam Pemanfaatan Berkelanjutan
-
Bulog Tandatangani Nota Kesepahaman dengan Pemkab Bengkalis, Bukti Komitmen Ketersediaan dan Keterjangkauan Komoditi
-
Fantastis! Uang Rampasan Korupsi Proyek Jalan di Bengkalis Rp37,4 Miliar, KPK Setor ke Kas Negara
-
Youtuber Australia Dibully Habis-habisan usai Ejek Rempah-rempah di Makanan India Sebagai Kotoran
-
Setop Kasus Suap Surya Darmadi, KPK Ungkap Alasannya!
Terpopuler
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Pemain Keturunan Maluku: Berharap Secepat Mungkin Bela Timnas Indonesia
- Marah ke Direksi Bank DKI, Pramono Minta Direktur IT Dipecat hingga Lapor ke Bareskrim
- 10 Transformasi Lisa Mariana, Kini Jadi Korban Body Shaming Usai Muncul ke Publik
- Jawaban Menohok Anak Bungsu Ruben Onsu Kala Sarwendah Diserang di Siaran Langsung
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Murah dengan Kamera Beresolusi Tinggi, Terbaik April 2025
-
Harga Emas Terbang Tinggi Hingga Pecah Rekor, Jadi Rp1.889.000
-
Dari Lapangan ke Dapur: Welber Jardim Jatuh Cinta pada Masakan Nusantara
-
Dari Sukoharjo ke Amerika: Harapan Ekspor Rotan Dihantui Kebijakan Kontroversial Donald Trump
-
Sekantong Uang dari Indonesia, Pemain Keturunan: Hati Saya Bilang Iya, tapi...
Terkini
-
Omzetnya Kini Ratusan Juta, Ini Sukses Kisah Andara Cantika Indonesia Berkat BRI
-
Jalan Lobak yang Amblas Diperbaiki, Dishub Pekanbaru Terapkan Rute Satu Arah
-
Diusut Polda Sejak Juni 2024, Apa Kabar Kasus SPPD Fiktif di DPRD Riau?
-
Lurah di Pekanbaru Dibebastugaskan usai Terjerat Kasus Minta THR ke Pedagang
-
Harta Kekayaan Muhammad Isa Lahamid, Ketua DPRD Pekanbaru Komentari Mobil Dinas Alphard