Dalam tradisi dikei, proses penyembuhan dari berbagai penyakit ini menggunakan konsep pengobatan yang mengandalkan kedekatan mereka dengan alam. Unsur-unsur bahan alami dan roh-roh halus menjadi tradisi yang sangat dekat dengan kehidupan mereka sejak dulu.
Dikei Sakai merupakan tradisi pengobatan dengan mengundang roh-roh halus untuk menyembuhkan aneka jenis penyakit yang diderita. Upacara pengobatan ini biasanya dipimpin oleh seorang dukun yang disebut dengan istilah Kemantan.
"Dalam tradisi dikei ini, dukun itu kemantan, dia menari-nari sampai kesurupan. Jadi pengobatan ini semacam mengusir roh jahat di badan seseorang, dalam sistem membujuk," ungkap Agar.
Komponen utama yang dijadikan sebagai sarana penyembuhan dalam proses pengobatan ini dinamakan mahligai sembilan telingkek atau sembilan tingkat.
Mahligai ini merupakan jalinan daun-daun khusus bernama angin-angin yang ada di hutan dan dibuat sebanyak tujuh tingkat ke atas.
Menurut kepercayaan sang Kemantan, di atas puncak kesembilan itulah putri dari makhluk halus terlihat duduk di atas singgasana untuk membantu proses penyembuhan yang sedang berlangsung.
Selain mahligai sembilan telingkek, ada juga beberapa obor api yang dihidupkan dari rempah damar. Pada proses pengobatan ini, nyala api yang digunakan hanya berasal dari nyala api damar tersebut.
Pada prosesi ini, suasana remang-remang akan terlihat dan mengundang kesan mistis yang lebih dalam. Nyala api tersebut harus dijaga beberapa orang secara khusus agar tidak padam. Penjaga api ini juga memiliki peran penting selama proses pengobatan berlangsung.
Dalam proses pengobatannya, Kemantan akan menyanyikan mantera dengan bahasa suku Sakai, lalu satu atau dua orang menabuh gendang untuk mengiringi nyanyian mantra tersebut.
Sebuah tarian bernama olang-olang juga dilakukan untuk mengiringi tabuhan gendang dan alunan mantra yang dibacakan oleh kemantan tadi. Tari Olang-olang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan kain penutup berwarna hitam dengan gerakan seperti mengepak-kepak sayap burung elang sambil berputar-putar.
Mantra-mantra dengan kesan magis diperdengarkan selama pengobatan berlangsung dan nyanyian mantra tersebut dalam satu kali proses pengobatan dapat berganti-ganti. Proses pengobatan ini bisa berlangsung selama satu jam atau lebih dan biasa dilakukan pada malam hari di dalam hutan oleh suku Sakai.
Tradisi Dikei Sakai ini membuat beberapa aspek di antaranya aspek musik, ritual alam, tarian, nyanyian hingga mistis yang menjadi aspek kehidupan paling dekat dengan suku terasing tersebut.
Dalam tradisi kehidupan suku Sakai, mereka yakin bahwa tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan, terkecuali kematian.
"Dalam tradisi Sakai dan hasil hutan, cuma satu yang gak bisa diobati, yaitu mati," tutur Agar Kalipke.
Lantas dalam kepercayaan suku Sakai, tokoh cendekiawan Sakai yang diangkat menjadi anak oleh ilmuwan Jerman, Hans Kalipke ini mengutarakan bahwa sebuah penyakit yang dialami manusia dapat terjadi akibat adanya hubungan yang tidak harmonis antara manusia dengan makhluk-makhluk halus yang ada di sekitarnya.
Berita Terkait
-
Hutan Adat Terancam: Izin Konsesi Kayu Menggerogoti Identitas Masyarakat Mentawai
-
Di Sulawesi Selatan, Suku Kajang Buktikan Hutan Bisa Selamat dengan Patuhi Hukum Adat
-
Akar Lokal untuk Krisis Global: Bisa Apa Desa terhadap Perubahan Iklim?
-
UMKM Rempah-rempah RI Tembus Pasar Kanada
-
Menikmati Mie Rebus Bengkalis, Kuliner Tradisional yang Memikat
Terpopuler
- Istri Menteri UMKM Bukan Pejabat, Diduga Seenaknya Minta Fasilitas Negara untuk Tur Eropa
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas MPV 1500cc: Usia 5 Tahun Ada yang Cuma Rp90 Jutaan
- 5 Rekomendasi Pompa Air Terbaik yang Tidak Berisik dan Hemat Listrik
- Diperiksa KPK atas Kasus Korupsi, Berapa Harga Umrah dan Haji di Travel Ustaz Khalid Basalamah?
- 5 AC Portable Mini untuk Kamar Harga Rp300 Ribuan: Lebih Simple, Dinginnya Nampol!
Pilihan
Terkini
-
Sepanjang 2024, BRI Telah Salurkan Pembiayaan UMKM Sebesar Rp698,66 Triliun di Indonesia
-
Sanrah Food: Dukungan BRI Membuat Usaha Berkembang dan Mampu Perluas Penjualan
-
7 Rekomendasi Sepatu Lari Produk Lokal: Ringan dan Nyaman, Harga Mulai Rp400 Ribuan
-
7 Parfum Wanita Murah Wangi Tahan Lama, Harga Pelajar Mulai Rp12 Ribuan
-
Heboh Typo Ucapan Hari Bhayangkara ke-79 dari Pemprov Riau, Kok Bisa?