Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Senin, 08 Februari 2021 | 16:31 WIB
Oka Julneldi, juru parkir penyandang dwarfisme asal Duri saat mengatur kendaraan parkir. [Suara.com/Panji Ahmad Syuhada]

SuaraRiau.id - Bunyi pluit berpacu dengan raungan mesin kendaraan di pelataran minimarket di Kota Duri, Mandau, Kabupaten Bengkalis menemani langkah Oka Julneldi setiap hari.

Pemuda 31 tahun penyandang dwarfisme ini mengadu nasib dari kampung halamannya ke kota minyak tersebut sejak tahun 2006 silam

Berangkat sejak itu, Oka yang mengenyam pendidikan sebatas tingkat SMA ini hanya bisa bertugas sebagai juru parkir resmi. 2006 hingga 2010 dia masih sekolah, selepas itu barulah ia mengadu nasib untuk mencari kerja.

Perawakannya yang terbatas sejak lahir itu rupanya tidak membuat dia pupus semangat. Pekerjaan apapun telah dilaluinya untuk menyambung hidup dari hari ke hari.

Awalnya, Oka yang tamat SMA tahun 2010 tersebut pernah menjalani profesi sebagai loper koran. Hari-hari digelutinya dengan lembaran surat kabar menyusuri kota Duri dan menyapa warga. Bahkan, ia juga pernah ditugaskan ke Pulau Bengkalis untuk berjualan koran tersebut.

Pasca berhenti bekerja dari situ dua tahun silam, dia pun memulai peruntungan baru. Menjadi penjaga toko kayu, berjualan, hingga terakhir saat ini menjadi juru parkir di kota yang sama.

Oka Julneldi saat menghitung uang hasil mengatur parkir. [Suara.com/Panji Ahmad Syuhada]

"Yang penting pekerjaan yang dijalani itu halal," kata Oka, berbincang dengan SuaraRiau.id, Senin (8/1/2021).

Meskipun keterbatasan fisik, Oka punya prinsip untuk tidak meminta-minta belas kasih orang lain. Fisiknya yang terbatas sejak lahir itu menjadi pemicu semangatnya untuk berjuang dan bertahan hidup, meskipun kerasnya hidup di perantauan terus di jalani.

Menurut Oka, menjadi juru parkir saat ini menjadi pilihan hidup yang nyaman untuk dijalani. Sebab pekerjaannya itu juga didukung juga oleh keluarga dan teman-teman sejawatnya.

Orangtua Oka tinggal menetap di kawasan Duri XIII, lokasi ini merupakan perbatasan antara Kabupaten Bengkalis dan kota Dumai. Sementara Oka memberanikan diri untuk berjuang sendiri di ibu kota Kecamatan, di Duri.

Dari hasil juru parkir tersebut, setiap hari Oka selalu menyumbangkan sebagian gajinya sebesar Rp 15 ribu untuk pembangunan Musala setempat.

Sebelum jadi juru parkir di minimarket tersebut, memang jauh-jauh hari sudah ada niat mulia dari Oka untuk bersedekah.

Kemudian niatnya semakin mantap dengan ditambah perjanjian awalnya dengan warga setempat untuk memberikan sumbangan itu setiap hari.

Tak ada paksaan sama sekali, hanya saja minimarket tempat Oka berjualan itu sedikitnya memberikan sumbangsih untuk Oka mencari nafkah sebagai juru parkir di situ.

"Setiap hari kita nyumbang untuk musala, uangnya dikasi lewat Pak RW. Ini sebagai sumbangan untuk pembangunan musala setiap hari," ujar Oka.

Meski begitu, dia justru merasa senang dan bangga bisa memberikan sebagian pendapatannya untuk kemajuan wilayah, apalagi untuk tempat ibadah. Sebab bagi Oka, jika tidak begitu maka hidupnya terasa kurang lengkap.

Pemuda lajang ini berpenghasilan tidak tetap, yang berkisar Rp 100 ribu perhari. Hasil dari jerih payahnya tersebut juga dialokasikannya untuk pembayaran retribusi parkir ke petugas, besarannya kata Oka yaitu Rp 24 ribu.

"Jadi tiap hari Rp 39 ribu pengeluaran untuk retribusi dan sumbangan," kata dia.

Menurut Oka, dengan menyumbang untuk Musala tersebut tidak membuat dirinya kekurangan. Apalagi hal itu juga bisa menjadi bekal amalan bagi dirinya.

Selain itu, untuk kebutuhan makan dia pun mencari sendiri. Hidup yang dijalani Oka hari demi hari membuat dia mandiri dengan sendirinya. Selama ini, untuk biaya makan dan kebutuhan hidup dicarinya dengan mengumpulkan pundi-pundi rupiah.

Bahkan dia juga beberapa kali mengirim uang untuk keluarganya di kampung.

"Sesekali ngirim untuk orang tua," tuturnya.

Bagi keturunan Jawa-China ini, dia tak mau merepotkan dan bergantung hidup dengan keluarga, meskipun rumah orang tuanya hanya berjarak sekitar 40 kilometer dari kota Duri.

Saat ini, Oka tinggal bersama sahabatnya yang tinggal tidak jauh dari minimarket tempat dia bekerja. Setiap hari ia pulang pergi jalan kaki ke lapak mencari nafkahnya tersebut.

Dimarahi saat minta uang parkir
Pengalaman Oka, selama menjalani profesi juru parkir rupanya tidak berjalan mulus-mulus saja. Meskipun sudah dua tahun bergelut dengan peluit dan rompi oranye di lapangan, Oka nyatanya sering juga dimarahi saat meminta uang parkir kepada pengendara motor.

"Ada juga dimarahi orang, katanya dia petugas dishub, jadi gak mau bayar parkir dan marah," kata Oka.

Namun dia pun hanya bisa sabar dan mengurut dada, sebab jika ada hal seperti ini dia tak mau melawan, apalagi sampai terjadi keributan.

Di kota Duri, bukan hanya Oka yang menyandang dwarfisme atau kelainan pada pertumbuhan. Namun ada beberapa orang lainnya yang mengalami hal sama.

Namun terpantau, beberapa orang itu justru lebih memilik menggeluti hidupnya di bawah lampu merah. Hal itu rupanya tidak berlaku bagi alumni SMA Negeri 3 Mandau ini.

"Yang penting tetap semangat dan terus berjuang untuk hidup," kata dia.

Sabar dan pekerja keras
Bagi Oka, kerasnya hidup tak menyurutkan semangatnya untuk terus bekerja mencari rejeki halal. Setiap hari, Oka memulai pekerjaannya tersebut mulai pukul 07.00 WIB, sampai tengah malam pukul 01.00 dini hari.

Kerja pagi-malam digelutinya setiap hari untuk bisa mendapatkan penghasilan lebih. Agar, biaya retribusi dan kebutuhannya tersebut bisa terpenuhi setiap hari.

Secara fisik Oka memang terlihat berbeda dengan orang pada umumnya, namun semangat pantang menyerah yang dimilikinya menjadi modal utama untuk terus berjuang mencari jalan rejeki.

Bahkan dalam sepekan Senin sampai Minggu, Oka jarang sekali meliburkan dirinya. Sebagai juru parkir dia merasa rugi apabila tidak datang ke lapaknya untuk mengais rejeki di perantauan.

"Kalau libur ya jarang-jarang, tapi beberapa hari lagi aku mau pulang, nengok orang tua," tuturnya.

Oka berharap, kisah hidup yang dijalaninya itu juga bisa menjadi motivasi dan pemicu semangat bagi kaum pemuda lainnya. Apalagi kata dia, jika badan sehat dan mampu bekerja jangan dijadikan alasan untuk bermalas-malasan.

"Ya untuk motivasi, harapannya bisa memotivasi orang lain," tukasnya sambil tersenyum.

Kontributor : Panji Ahmad Syuhada

Load More