SuaraRiau.id - Pembangunan sebuah gedung pertemuan milik publik namun diberi nama sama dengan Ketua PDI Perjuangan, menjadi Grha Megawati menuai kritikan berbagai kalangan.
Salah satu yang menyoroti adalah akademisi sekaligus pengamat politik, Rocky Gerung. Ia heran karena uang yang dipakai untuk membangun berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Dikatakan Rocky, sebetulnya sah-sah saja bila kabupaten yang dipimpin oleh seorang Bupati dari kader PDI Perjuangan ini menginginkan nama gedung yang dibangun di wilayahnya bernama demikian.
Megawati patut berbangga seperti yang Rocky bayangkan, namun dia heran karena kesenangan pribadinya itu justru menghabiskan APBD yang merupakan hak rakyat.
“Saya bayangkan bahwa ada kebanggaan pada ibu Mega, ya tentu saja itu soal pilihan pribadi,” ujar Rocky Gerung dalam saluran YouTube Rocky Gerung Official, dikutip Hops.id--jaringan Suara.com, Selasa (5/1/2021).
“Tetapi ini pakai APBD yang di dalamnya ada kepentingan dan hak rakyat,” lanjut Rocky..
Rocky menjelaskan permasalahan nama gedung tersebut nantinya bakal muncul ketika Bupati baru di Klaten yang berasal dari partai lain berhasil menang. Artinya, kabupaten berpindah tangan ke partai lain.
Jika Bupati baru yang berasal dari partai lain itu berkuasa, Rocky menilai bisa saja sewaktu-waktu pemerintah daerah mengganti nama gedung dan warna catnya.
“Itu juga sewaktu-waktu bisa bermasalah, karena nanti begitu diganti (warna dan nama gedung), ibu Mega justru nanti tersinggung, ‘kenapa diganti?’. Karena nanti ada Bupati (parpol lain) yang menganggap sudah tak penting lagi itu Megawati,” katanya.
Lantas dia pun menyindir sikap kader PDIP yang menjadi Bupati Klaten tersebut.
Bisa saja suatu saat nanti, nama Presiden Jokowi dijadikan sebuah nama jalan lantaran pemimpin daerahnya berasal dari kader PDI Perjuangan.
Menurut Rocky, hal tersebut tak masalah, hanya saja, orang-orang pasti akan berpikir apa pentingnya warisan dan prestasi Jokowi selama memimpin.
“Mestinya, kalau PDIP menang di Klaten ya sudah secara politik dia memang menang di situ. Jadi mau diingat sebagai apa? Toh lima tahun lagi ada perubahan struktur politik. Nanti akan dibikin juga misalnya Jalan Joko Widodo, ya boleh saja tapi nanti orang berpikir legacy-nya apa gitu,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Rocky mengatakan, sewaktu-waktu mungkin bakal ada ide dari pihak yang kesal dengan prestasi Jokowi. Bisa saja mereka mengganti semua nama jalan underpass menjadi nama Jokowi.
Secara tak langsung berarti pemberian nama itu menyindir Jokowi secara tak langsung yang dinilai tidak mampu menyejahterakan rakyatnya.
Rocky pun menghimbau agar tak berlebihan dalam memberi nama sebuah fasilitas publik, apalagi dana pembangunan yang dipakai berasal dari uang rakyat.
“Sewaktu-waktu mungkin, dengan ide yang agak norak karena jengkel dengan prestasi Presiden yang tidak bisa menyejahterakan rakyat, maka semua jalan underpass disebut Joko Widodo itu. Jadi bukan jalan yang di atas, tapi jalan yang di bawah itu masuk jalan gorong-gorong. Kan itu buruk bagi kita? Karena permainan semiotik yang dangkal,” tuturnya.
“Saya bayangkan psikologi dari rapat di Klaten yang memutuskan namanya harus Megawati, warnanya harus merah. Sebetulnya menyebut nama saja sudah cukup, ini Gedung Megawati. Orang asosiasinya pasti sudah ke Ibu Mega dan penghargaan. Tapi mungkin awalnya di gedung itu dianggap kurang, makanya ditambahkan warna merah, jadi justru dipertebal maka sensasi estetiknya hilang,” tandasnya.
Dibangun dengan dana puluhan miliar
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Kabupaten Klaten telah menggelontorkan anggaran APBD hingga sekitar puluhan miliar rupiah untuk membangun sebuah gedung pertemuan yang dinamakan Grha Megawati.
Pada tahun awal pembangunan, sejak 2018 silam, dana yang dihabiskan saja mencapai Rp 3,5 miliar untuk mengeruk tanah dan membuat talut sungai.
Kemudian di tahun 2019, anggaran yang dipakai semakin besar mencapai kurang lebih lima kali lipat, yakni di angka Rp 15,4 miliar.
Pada tahun 2020, pemerintah setempat berencana menggelontorkan biaya sebesar Rp 42 miliar. Namun angkanya menyusut lantaran dipakai untuk penanganan Covid-19, sehingga hanya dipakai sebesar Rp 36 miliar.
Nah di tahun 2021 rencananya hanya Rp 7 miliar yang dipakai untuk pembangunan akhir gedung ini. Adapun pembangunan ini sendiri dilaksanakan di Kelurahan Buntalan, Kecamatan Klaten Tengah.
Berita Terkait
-
Dianggap 'Beban' Politik, Rocky Gerung Sarankan Gibran Berkantor di Papua untuk Belajar
-
Rocky Gerung Ungkap Skenario Pemakzulan Gibran: Jalan Konstitusi atau Tekanan Massa ala '98?
-
Alasan Prabowo Pilih Diam Saat Gibran Terancam Dimakzulkan, Diungkap Rocky Gerung
-
Nuwun Sewu ke Puan, Prabowo: Bung Karno Bapak Saya Juga
-
Diduga Ijazahnya Palsu, Jokowi Kini Jadi Olok-olok Sopir Truk
Terpopuler
- Pemain Terbaik Liga 2: Saya Siap Gantikan Ole Romeny!
- Pemain Arsenal Mengaku Terbuka Bela Timnas Indonesia
- 1 Detik Pascal Struijk Resmi Jadi WNI, Cetak Sejarah di Timnas Indonesia
- 4 Sedan Bekas Murah di Bawah Rp 30 Juta: Perawatan Mudah, Cocok untuk Anak Muda
- Pelatih Belanda Dukung Timnas Indonesia ke Piala Dunia: Kluivert Boleh Ambil Semua Pemain Saya
Pilihan
-
BREAKING NEWS! Polda Metro Jaya Sita Ijazah Sarjana Jokowi
-
Tuntas! Ini Momen Jokowi Selesai Jalani Pemeriksaan di Mapolresta Solo
-
7 Rekomendasi HP Rp 4 Jutaan RAM 12 GB Memori 512 GB, Performa dan Kamera Handal
-
Tiba di Mapolresta Solo dengan Senyum Lebar, Jokowi Ucapkan Ini ke Wartawan
-
Datangi Mapolresta Solo, Jokowi Jalani Pemeriksaan Kasus Fitnah Ijazah Palsu
Terkini
-
Asap Karhutla Sudah Selimuti Pekanbaru, Apakah Ganggu Penerbangan?
-
Karhutla Riau: Kabut Asap Selimuti Pekanbaru, Kiriman dari Mana?
-
Kualitas Udara Pekanbaru Masih Tidak Sehat, Dampak Karhutla?
-
Karhutla Berstatus Kritis, Sekolah di Rokan Hulu Mulai Diliburkan
-
'Saya Siap Diperiksa Jadi Saksi' Kata Bupati Afni Terkait Konflik Lahan Warga dan PT SSL